Jumat, 06 Desember 2013

Neraca Pembayaran, Utang, Krisis Finasial dan Kebijakan Stabilisasi Makroekonomi

Neraca Pembayaran, Utang, Krisis Finasial dan Kebijakan Stabilisasi Makroekonomi
(Risanda Alirasta Budiantoro – FEB UGM– Ilmu ekonomi)

Neraca pembayaran
Neraca pembayaran adalah suatu pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke negara negara lain. Pada dasarnya neraca pembayaran ini dibagai dalam tiga komponen dasar, yaitu:
1.      Neraca transaksi berjalan (current account), yaitu sebuah neraca yang berfokus pada transaksi ekspor dan impor (barang maupun jasa), pendapatan investasi, pembayaran cicilan dan pokok utang luar negeri, serta saldo kiriman dan transfer uang dari dan ke luar negeri. Hasil dari perhitungan komponen ini akan menciptakan saldo dari neraca transaksi berjalan.
2.      Neraca modal (capital account), yaitu neraca yang mencatat nilai investasi pihak swasta asing langsung (foreign direct investment) terutama investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, investasi portofolio, dan investasi jangka pendek lainnya, pinjaman luar negeri yang diberikan perbankan swasta nasional, bantuan dan hibah dari pemerintah negara lain serta dari lembaga-lembaga donor multilateral seperti IMF, bank dunia. Komponen tersebut di atas merupakan arus modal masuk (capital inflow) bagi neraca modal yang nilainya kemudian dikurangi nilai modal keluar (capital outflow) dimana saldo kedua transaksi ini merupakan saldo neraca modal.
3.      Neraca tunai (cash account) atau neraca cadangan internasional (international reserve account), yaitu transaksi penyeimbang yang menunjukkan nilai cadangan devisa suatu negara. Angka positif pada naraca ini menunjukkan defisit neraca pembayaran atau pengurangan volume cadangan dan angka negatif menunjukkan surplus atau penambahan volume cadangan
Neraca pembayaran memberikan beberapa informasi penting mengenai hubungan ekonomi di antara satu negara dengan negara-negara asing. Neraca pembayaran akan memberikan informasi mengenai nilai dan perkembangan ekspor dan impor. Apabila neraca keseluruhan adalah positif maka Negara tersebut dikatakan (surplus in the balance of payments). Sedangkan apabila nilainya negatif, Negara itu dikatakan menghadapi defisit dalam neraca pembayaran  (deficit in the balance of payments)

            Transaksi – transaksi positif dan negatif dalam neraca pembayaran
Transaksi positif (kredit)
Setiap penjualan barang atau jasa ke luar negeri (ekspor)
Setiap pendapatan investasi milik penduduk domestik yang berada di luar negeri dalam ekonomi domestik
Setiap penerimaan uang dari luar negeri
Penerimaan hibah atau hadiah dari pihak-pihak luar negeri
Setiap penjualan saham atau obligasi ke luar negeri

Transaksi negatif (debet)
Setiap pembelian barang atau jasa dari luar negeri (impor)
Kembalinya pendapatan investasi milik penduduk negara lain yang berada dalam ekonomi domestik
Setiap pengeluaran uang ke luar neger
Pemberian hibah atau hadiah ke pihak-pihak di luar negeri
Setiap pembelian saham atau obligasi dari luar negeri
Krisis Utang pada Dekade 1980-an
Akhirnya pada penghujung dekade 1980-an sejumlah kecil ekonom neoklasik dan institusional mulai mengembangkan apa yang kemudian menjadi pendekatan yang kelima yakni teori baru pertumbuhan ekonomi. teori ini memodifikasi dan mengembangkan teori pertumbuhan tradisional sedemikian rupa sehingga dapat mengapa ada negara yang mampu berkembang sedemikian cepat sedangkan yang lainnya begitu sulit bahkan mengalami stagnasi(kemacetan). Kekecewaan terhadap keterbatasan model-model pertumbuhan ekonomi neoklasik tradisional selama penghujung dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an memuncak dengan terjadinya krisis utang internasional yang terutama sekali memikul negara-negara berkembang. Berkaitan dengan krisis utang, Rudiger Dornbusch (1987) mengidentifikasi empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya krisis utang. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.      Kenaikan suku bunga riil yang menyebabkan naiknya permintaan pembiayaan. Ketidakseimbangan kebutuhan uang baru dan kredit sukarela ini akan menimbulkan krisis utang.
2.      Merosotnya non interest current accountkarena memburuknya ekonomi makro, terms of tradedan penurunan permintaan komoditi ekspor. Hal ini menyebabkan gap pembiayaan semakin besar.
3.      Kenaikan tingkat inflasi dunia yang mengakibatkan suku bunga nominal naik dan amortisasi riil utang luar negeri yang dini. Terjadi pemendekan maturitas efektif utang.
4.      Tanpa perubahan suku bunga, kreditur akan meminta pembayaran pokok utang
Kesalahan pada manajemen utang berimplikasi pada perspektif kreditur terhadap risiko pinjaman negara-negara debiturnya. Akibat krisis utang 1980-an, banyak bank komerisal swasta menjadi lebih hati-hati memberikan pinjaman kepada pemerintah negara-negara Amerika Latin. Mereka menerapkan persyaratan yang lebih rumit. Hal ini mengakibatkan meminjam pada bank komersial menjadi lebih sulit. Selain itu Sachs (1988) juga mengidentifikasi adanya kekhawatiran di negara-negara debitur tersebut akan terjadinya suddenrush, biaya kepanikan dan efek  crowding-out jika mereka meminjam kepada swasta. Untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan manajemen utang yang berakibat pada terjadinya gagal bayar, biasanya negara-negara donor akan menerapkan conditionality lending (pinjaman bersyarat). Tujuannya adalah untuk menyamakan keadaan ex ante dengan ex post di negara debitur, melindungi kreditur, meningkatkan kehati-hatian dan asumsi bahwa debitur tidak selalu kredibel.

Program stabilisasi IMF
Salah satu rangkaian kegiatan yang terpaksa ditempuh oleh suatu negara dalam rangka menaggulangi berbagai macam permaslahan yan bersumber pada instabilitas makroekonomi yaitu lonjakan inflasi domestik yang diberengin terhadap anggaran pemerintah yanng memburuk defisit adalah pelaksanaan renegosiasi dengan bank swasta, yang diharapkan bisa memperpanjang pembayaran utang, dan tingkat suku bunga direndahkan, selain itu pemerintah dapat dipermudah dengan adanya kebijakan stabilisasi IMF, ada 4 komponen dalam stabilasasi IMF :
1.      penghapusan atau liberasasi atas kontrol pemerintah terhadap lalu lintas devisa dan impor
2.      devaluasi nilai tukar resmi mata uang domestik negara berkembang
3.      pemberlakuan program antiinflasi domestik yang serba ketat yang terdiri atas:
(a) kontrol terhadap arus kredit perbankan dalam meningkatkan suku bunga dan memperketat cadangan minimum  (reserve requirement)
(b) kontrol terhadap defisit anggaran pemerintah melalui pembatasan belanja negara, khusunya dalam bidang pelayanan sosial bagi masyarakat miskin, subsidi bahan pangan yang disertai dengan peningkatan pajak.
(c) kontrol terhadap peningkatan upah secara keseluruhan guna memastikan tingkat upah tidak melebihi tingkat inflasi
(d) menghilangkan berbagai kontrol harga serta mendorong mekanisme pasar secara bebas
4.   peningkatan upaya untuk menarik dana investasi asing dan pembukaan perekonomian terhadap hubungan komersial internasional

Strategi dalam melepaskan diri dari utang
Masalah utang yang melilit negara-negara berkembang akhirnya menjadi sebuah masalah dunia yang mengandung implikasi ekonomi serius bagi negara berkembang itu sendiri, maupun bagi negara maju. Sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan utang sehingga dibentuklah Kartel penghutang (debtor’s cartel) selain itu secara sepihak satu atau dua negara penghutang menghapuskan utang mereka karena dikhawatirkan terjadi koleps. Usulan lain adalah Renegosiasi untuk meringankan beban utang negara untuk memperpanjang jatuh tempo pembayaran atau dengan meringanlan beban bunga yang harus dibayarkan. Rencana Brady (Brady Plan) merupakan usulan atas menteri Keuangan AS, Nicholas Brady, pada tahun 1989 yang merencakan untuk meminimlaisir kerugian dari bank-bank komersial melalui upaya penghapusan utang tetapi sisa pinjaman tidak dihapuskan yang akan dijamin dengan IMF dan World Bank asalkan negara berkembang yang bersangkutan bersedia untuk melaksanakan program  penyesuaian yang diusulakn oleh IMF dan mempromoiskan pasar bebas. Pertukaran utang untuk modal (debt-for-equity swap). Kebijakan ini bisa dilakukan dalam kerangka privatisasi, sehingga diperoleh sinergi yang mampu mendongkrak harga pasar.

2 komentar:

  1. Kamu keren bgt.... Aku suka gaya penulisanmu.... Top markotop -MrX

    BalasHapus
  2. makasih jawabannya kaa :) really helpfull.

    BalasHapus