Sabtu, 19 Juli 2014

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Ditinjau dari Prespektif Kelembagaan terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Ditinjau dari Prespektif Kelembagaan terhadap Kesejahteraan Masyarakat


Oleh :
Risanda Alirastra Budiantoro
12/330600/EK/18790


Program Studi Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
2014

BAZNAS DITINJAU DARI PERSPEKTIF TEORI KELEMBAGAAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Risanda Alirastra Budiantoro
Faculty of Economics and Business
University of Gadjah Mada
Jalan Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia
Email : risanda.abe@gmail.com


Abstraksi :
Salah satu ibadah pokok umat Islam yang bercorak sosial-ekonomi adalah zakat. Sebagai kewajiban seseorang muslim yang berkecukupan (muzakki) untuk mengeluarkan sebagian hak miliknya kepada pihak yang berhak untuk menerimanya (mustahiq) agar tercipta pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Dalam hal ini, zakat dapat dimaknai sebagai alokasi sumberdaya (allocation of resource) yang dapat difungsikan untuk mencegah penumpukan harta pada sebagian kecil orang dan mempersempit kesenjangan ekonomi dalam masyarakat. Dengan kata lain, zakat sebagai social safety nets (kepastian terpenuhinya hak minimal kaum miskin) yang berfungsi sebagai pengendali (control) terhadap sifat manusia yang cenderung serakah dan senang terhadap akumulasi kekayaan dan kehormatan. Kondisi semacam ini menjadi pemicu bagi kemunculan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). BAZNAS adalah lembaga yang mengelola penerimaan, pengumpulan, dan penyaluran serta pemafaatan zakat, infaq dan shadaqah secara berdaya guna dan berhasil guna yang didirikan oleh umat Islam. Namun, didalam pelaksaan pengelolaan zakat, munculnya permasalahan informasi (Asymmetric information) dan penegakaan hukum (enforcement mechanism) yang menghabat produktivitas BAZNAS, sehingga menyebabkan tingginya biaya transaksi (transaction cost).

Keyword : Zakat, Muzakki, Mustahiq, allocation of resources, BAZNAS, Asymmetric information, transaction cost


Pendahuluan

Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Dari segi prakteknya zakat adalah kegiatan berbagi antar umat, dalam hal ini Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia dimana pun sehingga hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat juga sama dengan katagori ibadah lainnya seperti salat puasa dan haji yang diatur secara terinci berdasarkan al-qur’an dan Sunnah Nabi. Tujuan Allah memerintahkan umat Islam untuk membayar zakat adalah agar harta yang dimilikinya menjadi bersih dan suci. Ketika seseorang yang telah memenuhi syarat untuk berzakat tetapi seorang tersebut tidak membayarkan zakat, maka hartanya akan menjadi kotor dan haram karena tercampur  dengan hak orang lain yang dititipkan kepada orang yang berhak mengeluarkan zakat, sebagaimana firman Allah dalam surat at- Taubah ayat 103 :

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُ هُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ اِنَّ صَلَوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ (التوبة: ١٠٣)                                     

Artinya : Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Untuk memudahkan didalam penyaluran zakat maka terdapat lembaga pengelolaan zakat yaitu BAZNAS dengan landasan UU No. 38 Tahun 1999. Manajemen dan jaringan zakat menjadi semakin baik sehingga  dapat menjadi suatu gerakan tersendiri bagai pemberdayaan ekonomi umat (masyarakat). Namun demikian, potensi zakat  yang sebenarnya menurut banyak kalangan belum dapat digali secara maksimal. Hal demikian karena zakat masih dianggap sebagai  sumbangan sukarela dan negara tidak dapat memaksa para wajib zakat untuk membayarkan zakatnya. Namun perlu digarisbawahi bahwa dalam pengelolaan zakat terdapat fenomena Adverse selection dalam BAZNAS, terjadi ketidaksempurnaan informasi antara muzakki dengan amil zakat yang bertransaksi tentang kualitas input, output, maupun tentang aspek-aspek dalam pengelolaan zakat lainnya yang mana salah satu pihak menjadi kesulitan untuk mengetahui informasi tersebut, dalam hal ini jika ditidak diawasi dan diminimalisir akan menghambat proses distribusi zakat.
.

Perkembangan BAZNAS Pra dan Pasca UU no 38 tahun 1999
Pada tahun 1990 BAZNAS merupakan lembaga zakat yang memiliki ciri khas untuk memberikan secara langsung dari Muzakki ke Mustahiq tanpa melalui lembaga zakat, jika pun melalui ‘amil zakat hanya terbatas pada zakat fitrah, kemudian zakat yang diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk keperluan sesaat sehingga kepercayaan publik atas kinerja lembaga pengelolaan zakat masih kurang, mereka berasumsi bahwa profesi amil zakat hanya sebagai profesi sambilan, sehingga BAZNAS masih belum maksimal.  Menurut penjelasan dari Al-Qur’an dan Hadits, harta yang bersifat eksplisit  berupa: emas dan perak, pertanian (terbatas pada tanaman yang menghasilkan makanan pokok), peternakan (terbatas pada sapi, kambing/domba), perdagangan (terbatas pada komoditas yang berbentuk barang), dan rikaz (harta temuan) dapat dijadikan objek zakat, ini diakibatkan masih lemahnya sosialisasi tentang zakat, baik yang berkaitan dengan hikmah, urgensi dan tujuan zakat, tata cara pelaksanaan zakat, harta obyek zakat, maupun kaitan zakat dengan peningkatan kegiatan ekonomi maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat masih sangat jarang dilakukan.

UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Pemerintah Republik Indonesia menjamin bahwa tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya  masing-masing. Sesuai dengan ajaran Islam zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu dan menyatakan bahwa hasil dari pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial  untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga pengelolaan zakat terus disempurnakan agar pelaksanaan zakat lebih berdaya guna dan dapat dipertanggungjawabkan

Perkembangan zakat pada tahun 2000-an setelah adanya aturan perundang-undangan pengelolaan zakat dilakukan secara lebih profesional karena adanya pedoman teknis dalam pengelolaan zakat. Tujuan atas pengelolaan zakat untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat, selain itu meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial serta meningkatkan daya guna zakat. Dalam UU itu mengatur keorganisasian pengelolaan zakat antara Badan Amil Zakat [1] dan Lembaga Amil Zakat. [2]

Pada tahun 2014 merupakan tahun yang penting dalam perkembangan BAZNAS dalam pembangunan zakat nasional, ada dua hal yang menjadi landasan untuk menciptakan lembaga zakat yang profesional :

Pertama tahun 2014 merupakan tahun pertama dalam implementasi aturan baru dalam pengelolaan zakat nasional sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011 sebagai bentuk amandemen atas UU no 23 tahun 1999. Jika melihat dari perspektif kelembagaan memberikan kesempatan dalam pengelolaan zakat yang lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga mampu meminimalisir permasalahan adverse selection 

Kedua, tahun 2014 merupakan tahun politik dan terjadi transisi pemerintahan lama kepada pemerintahan baru yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian terhadap kondisi politik, sosial ekonomi suatu negara. Sehingga intervensi pemerintah dalam pembangunan zakat menjadi lebih besar dalam penyaluran zakat.  Dari sisi penghimpunan, negara dapat terlibat dalam upaya pengumpulan zakat melalui penerbitan sejumlah aturan, seperti Instruksi Presiden, yang meminta para penyelenggara negara untuk mengintensifkan upaya penghimpunan zakat secara efektif, dengan target para PNS maupun pegawai BUMN yang telah memenuhi syarat sebagai muzakki perorangan, maupun perusahaan BUMN sebagai muzakki badan. Sedangkan dari sisi penyaluran, negara dapat mendorong proses sinergi antara BAZNAS dengan kementerian terkait, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kelompok miskin

 Potensi Zakat Nasional
Menurut  Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Didin Hafidhuddin menyatakan, zakat yang terhimpun selama 2010 sebesar Rp1,5 triliun, atau meningkat dari jumlah pada 2009 sebesar Rp1,2 triliun, penerimaan manfaat zakat di seluruh Indonesia mencapai angka 2,28 juta orang atau 9,03 persen dari seluruh penduduk miskin di Indonesia.

Perolehan  zakat  secara nasional yang terus meningkat,  masih menyisakan permasalahan  bagi pengelolaan zakat.  Seagaimana pendapat Asep Saepudin Jahar,[3] lembaga-lembaga zakat berdiri cenderung independen dan mencanangkan program masing-masing yang lemah membangun koordinasi dan sinergi antar satu lembaga dengan lembaga lainnya, tidak hanya itu, penulis dan Udin pernah mengunjungi salah satu panti di Surabaya, yang melarang pantinya menerima bantuan dari yayasan yatim piatu Lembaga zakat terkesan bersaing satu sama lain, bahkan hampir tiap lembaga yang berafiliasi pada yayasan pendidikan, masjid, lembaga pelatihan, mendirikan unit pengumpulan zakat yang umumnya terpisah dari lembaga-lembaga yang ada.

Padahal  menurut  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono [4] memerintahkan agar gerakan zakat terus ditingkatkan sehingga bisa membantu pemerintah mengurangi kemiskinan. Dalam artian, zakat sebagai jalur ketiga dapat memperkuat upaya mengurangi kemiskinan. Jalur pertama dan kedua adalah pembangunan ekonomi dan program bantuan pro rakyat, seperti kredit usaha rakyat, bantuan operasional sekolah, bantuan bencana alam, jaminan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. demi terwujudnya pengelolaan zakat untuk mengurangi angka kemiskinan dibutuhkan dan sangat diperlulan  campur tangan  pemerintah;  Pertama,  zakat bukanlah bentuk kedermawanan, melaikan kewajiban bagi setiap orang muslimim. Kedua,  Banyaknya lembaga zakat yang bermunculan. Ketiga, agar dana zakat dapat di salurkan secara tepat, efisien dan efektif sehingga mencapai tujuan zakat itu sendiri seperti meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Tantangan bagi BAZNAS
Dalam merealisasikan tugas sebagai koordinator pengelolaan zakat nasional, BAZNAS di hadapkan pada dua tantangan utama, yaitu tantangan internal dan stantangan eksternal.

Secara internal, yang harus mendapat prioritas BAZNAS di tahun 2014 ini adalah peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas SDM yang dimilikinya. Ini sangat penting karena akan sangat menentukan kinerja BAZNAS sebagai koordinator institusi amil resmi. Secara kelembagaan, harus ada pembedaan antara fungsi operator dengan fungsi koordinator dalam institusi BAZNAS. Fungsi operator adalah organ organisasi yang menjalankan fungsi penghimpunan dan penyaluran zakat secara terbatas Terbatas maksudnya ada pembagian tugas dan kewenangan untuk melakukan penghimpunan maupun penyaluran zakat, baik antara BAZNAS Pusat dengan BAZNAS Daerah. Sedangkan untuk fungsi koordinator, BAZNAS diminta untuk membuat sejumlah pedoman pengelolaan zakat nasional, antara lain yang terkait dengan perencanaan dan pelaporan zakat, standarisasi dan pelatihan,serta sertifikasi dan advokasi. Khusus perencanaan dan pelaporan zakat, BAZNAS perlu merumuskan standar yang dapat diaplikasikan secara bersama, baik oleh BAZNAS daerah maupun LAZ. Ini sangat penting agar informasi yang disajikan kepada publik sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan zakat, menjadi jelas, terukur, seragam, tidak multiinterpretasi, dan mudah untuk diverifikasi.

Sedangkan secara eksternal, BAZNAS dituntut untuk meningkatkan kinerja baik secara domestic maupun secara internasional. Secara domestik, yang diperlukan adalah bagaimana memperkuat komunikasi dengan para stakeholder yang ada. Misalnya, bagaimana meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan pemerintah. BAZNAS harus memiliki strategi komunikasi yang efektif, sehingga dukungan regulasi dan kebijakan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, bisa semakin dirasakan oleh perzakatan nasional. Demikian pula dengan upaya edukasi dan sosialisasi kepada publik, sehingga publik bisa memahami message kampanye zakat dengan baik, dan mereka mau terlibat aktif dalam pembangunan zakat nasional, terutama sebagai muzakki tetap. Secara internasional, BAZNAS dituntut untuk memainkan peran yang lebih signifikan, terutama dalam menggalang kerjasama dengan lembaga dan otoritas zakat dari negara lain, baik pada level regional Asia Tenggara maupun level global Juga kerjasama dengan lembaga-lembaga multilateral strategis seperti IDB (Islamic Development Bank). Apalagi IDB
sekarang juga sedang mengembangkan konsep IFSAP (Islamic Financial Sector



Assessment Program)[5] sebagai instrumen untuk menilai tingkat kesehatan sistim keuangan syariah yang ada di suatu negara. Untuk itu, peran BAZNAS, sebagai representasi negara Indonesia di kancah internasional, harus terus menerus ditingkatkan

Permasalahan Asymmetric information  dalam BAZNAS
Dalam menjalankan perannya sebagai pengelola zakat, terdapat fenomena Asymmetric information  dalam BAZNAS, terjadi ketidaksempurnaan informasi oleh satu atau lebih pihak muzakki atau amil zakat yang bertransaksi tentang kualitas input, output, maupun tentang aspek-aspek dalam pengelolaan zakat lainnya yang mana pihak lawan kesulitan untuk mengetahui informasi tersebut, sehingga akan menghambat proses distribusi zakat. Selain itu ketidaktransparan dalam pendistribusian zakat dapat mengakibat kecurigaan dari berbagai pihak terutama dari para muzakki yang telah mengeluarkan zakatnya. Sehingga BAZNAS sebagai lembaga pengelolaan zakat haruslah memiliki aturan yang luas, masuk akal atau logis dapat diterima secara luas, dapat dipercaya dan bersifat predictable yang mampu direalisasikan dalam pendistribusian zakat. Stabilitas dan kredibilitas BAZNAS cukup penting yang mampu membangun tingkat kepercayaan masyarakat untuk mengatasi permasalahan adverse selection dalam BAZNAS, sehingga tujuan dari BAZNAS dapat tercapai untuk mengurangi kemiskinan, kesenjangan dan dapat memacu pertumbuhan perekonomian nasional. Dalam hal ini adaptasi dan perubahan perlu dilakukan oleh BAZNAS terhadap perkembangan preferensi sosial maupun ekonomi politik yang menjadi penyebab perubahan institusional dalam waktu dan siklus yang berbeda.

Hubungan antara transaksi (transaction), hak milik (property right), kontrak (contract) dan mekanisme penegakannya (enforcement mechanism) dalam BAZNAS
BAZNAS menjadi bagian penting dalam pembangunan bangsa Indonesia karena lembaga pengelolaan zakat tersebut berinteraksi atau bertransaksi dengan lapisan masyarakat dan dalam menjalankan perannya sesuai dengan aturan syari’i secara professional. Selain itu, BAZNAS yang termasuk dalam institusi formal, dimana dalam penyelenggaraanya diatur ketat oleh peraturan perundangan-undangan sehingga dapat berjalan dengan baik.

Namun, permasalahan informasi (Asymmetric information) dan penegakaan hukum (enforcement mechanism) menjadi penyebab tingginya biaya transaksi (transaction cost). Sebagian besar transaksi selalu membutuhkan biaya. Didalamnya termasuk biaya untuk mengumpulkan informasi-informasi tentang mustahiq (tingkat pendapatan, pendidikan, pengeluaran, dll), informasi tentang partner transaksi seperti bank mitra (reputasi, track record), kualitas property rights yang akan dipindahkan, termasuk di dalamnya kerangka legalitas dan kontrak, desain biaya, pengawasan dan penegakan aturan kontrak harus ditanggung oleh BAZNAS

Terdapat salah satu persoalan laten dalam konsep ekonomi islam adalah persoalan dualisme zakat dan pajak yang harus ditunaikan warga negara yang Muslim. Hal ini telah mengundang perdebabatan yang berlarut-larut hampir sepanjang sejarah Islam itu sendiri. Sebagian besar ulama fiqh memandang bahwa zakat dan pajak adalah dua entitas yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan. Menurut mereka, zakat adalah kewajiban spiritual seorang Muslim terhadap Tuhannya, sedangkan pajak adalah kewajibannya terhadap negara. Untuk itu, perlu diadakan kajian kritis untuk mengintegrasikan kedua kewajiban itu sehingga kewajiban seorang Muslim terhadap agama dan negaranya dapat terlaksana secara simultan. Sebaliknya negara juga diuntungkan karena penerimaan negara dari sektor pajak sesuai dengan yang diharapkan. Pada gilirannya, pengintegrasian itu perlu diwujudkan dalam kebijakan fiskal negara. Hal ini merupakan contoh konkret dalam transaksi (transaction), hak milik (property right), kontrak (contract) dan mekanisme penegakannya (enforcement mechanism) pada lembaga pengelolaan zakat

Pengelolaan zakat yang ideal
Suatu BAZNAS harus mempunyai sistem pengelolaan yang baik. Sedangkan unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah :

  1. Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas;
Sebagai sebuah lembaga, semua kebijakan dan ketentuan harus memiliki aturan yang jelas dan tertulis. Sehingga keberlangsungan lembaga tersebut tidak tergantung pada figur semata tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM, tidak akan mempengaruhi berjalannya BAZNAS tersebut.
  1. Manajemen Terbuka;
Fungsi pengawasan BAZNAS dapat tercapai dengan manajemen terbuka, sehingga akan terjadi hubungan timbal balik antara amil  zakat dengan masyarakat
  1. Mempunyai Rencana Kerja yang Jelas;
Dengan mempunyai rencana kerja yang jelas maka aktivitas BAZNAS akan lebih terarah.
  1. Memiliki Komite Penyaluran;
Tugas Komite Penyaluran ini adalah untuk mengadakan penyeleksian terhadap setiap pengeluaran dana yang akan dilakukan. Apakah dana tersebut benar-benar disalurkan kepada yang berhak, sesuai dengan ketentuan syari`ah, prioritas dan kebijakan lembaga.
  1. Memiliki Sistem Akutansi dan Manajemen Keuangan;
Dengan memiliki sistem akutansi dan manajemen keuangan yang baik, maka BAZNAS dapat berjalan secara efektif dan efesien.
  1. Diaudit;
Salah satu prinsip dalam Undang-Undang Pengelolaan Zakat adalah prinsip transparansi. Sehingga setiap BAZNAS harus diaudit baik oleh auditor eksternal maupun internal. Dengan demikian transparansi Pengelolaan BAZNAS tersebut dapat tetap terjaga.
  1. Publikasi;
Publikasi sangat diperlukan oleh BAZNAS, sekaligus sebagai upaya untuk mensosialisasikan berlakunya Undang-Undang Pengelolaan Zakat kepada masyarakat umum. Publikasi ini dapat dilakukan melaui berbagai media massa seperti tevisi, surat kabar, bulletin, radio dan lain-lain.
  1. Perbaikan Secara Terus Menerus.
Suatu BAZNAS tidak boleh puas dengan keadaan yang dicapai saat ini, tetapi harus selalu diadakan peningkatan dan perbaikan secara terus menerus sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan zaman.

BAZNAS sebagai New Institutional Economics (NIE)
Dalam hal ini NIE mencoba menjelaskan permasalahan ekonomi dalam dunia nyata seperti ketidaksempurnaan informasi dan adanya biaya transaksi didalam institusi. Semakin informasi tidak sempurna (adanya asymmetric information) maka semakin tinggi biaya transaksi yang dikeluarkan pelaku ekonomi. NIE mencoba menjelaskan pentingnya kelembagaan untuk menciptakan efisiensi dan meminimalisir biaya transaksi. Jika dilihat dari paradigma metodologi penelitian NIE merupakan gabungan antara Neo Classical Economics (NCE) dan Old Institutional Economics (OIE) sehingga bersifat positivisme (dicirikan dengan sampel besar, deduktif, kuantitatif, modeling, dan bertujuan untuk menguji hipotesa) dan fenomenologis (sampel kecil, studi kasus, induktif, observasi langsung, kualitatif dan bertujuan ingin memodifikasi teori daripada menguji teori), yang dicirikan dengan penggabungan metodologi kuantitatif dan kualitatif, dan menggunakan trianggulasi konsep, metodologi dan data. NIE memiliki nilai yang lebih demokratis, adil dan transparan selain itu adanya penggabungan antara faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama sehingga sesuai dengan konsep pengelolaan zakat oleh BAZNAS.
           
Kesimpulan
Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Untuk memudahkan didalam penyaluran zakat maka terdapat lembaga pengelolaan zakat yaitu BAZNAS dengan landasan UU No. 38 Tahun 1999, sesuai dengan undang-undang hasil dari pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga pengelolaan zakat terus disempurnakan agar pelaksanaan zakat lebih berdaya guna dan dapat dipertanggungjawabkan

Dalam merealisasikan tugas sebagai koordinator pengelolaan zakat nasional, BAZNAS di hadapkan pada dua tantangan utama, yaitu tantangan internal dan tantangan eksternal. Selain itu fenomena Adverse selection terdapat dalam BAZNAS, hal tersebut terjadi ketidaksempurnaan informasi oleh satu atau lebih pihak muzakki atau amil zakat yang bertransaksi tentang kualitas input, output, maupun tentang aspek-aspek dalam pengelolaan zakat lainnya yang mana pihak lawan kesulitan untuk mengetahui informasi tersebut, sehingga akan menghambat proses distribusi zakat. Permasalahan informasi (Asymmetric information) dan penegakaan hukum (enforcement mechanism) menjadi penyebab tingginya biaya transaksi (transaction cost).

Dalam hal ini NIE mencoba menjelaskan permasalahan ekonomi dalam dunia nyata seperti ketidaksempurnaan informasi dan adanya biaya transaksi didalam institusi, termasuk BAZNAS. Jika dilihat dari paradigma metodologi penelitian NIE merupakan gabungan antara Neo Classical Economics (NCE) dan Old Institutional Economics (OIE) NIE memiliki nilai yang lebih demokratis, adil dan transparan selain itu adanya penggabungan antara faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama sehingga sesuai dengan konsep pengelolaan zakat oleh BAZNAS

























Daftar Pustaka
Baidlowi, A.Miftah, 2003, Potensi Baznas untuk meningkatkan kesejahteraan di Kabupaten Sleman, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga. Vol.IV , No.1 Juni 2003: 1-13
Beik, Irfan Syauqi. Menuju Standardisasi Pengelolaan Zakat Global (http://irfansbeik.blog.republika.co.id/index.php/menuju-standardisasi-pengelolaan -zakat-global/, accessed on 14 Juni 2014)
Departemen Agama RI. 1965. AlQur'an al Karim dan Terjamahnya, Semarang:  CV.TohaPutra
Jaya, Wihana Kirana. 2010Kebijakan Desntralisasi di Indonesia Dalam Perspektif Teori Ekonomi kelembagaan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Yudoyono, Susilo Bambang., Zakat Jalur Ketiga Kurangi Kemiskinan. dalam http://www.republika.co.id.,  18 Maret 2011




[1] Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Organisasi BAZ di semua tingkatan bersifat koordinatif, konsultatif, dan infomatif. Kepengurusan BAZ terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu antara lain memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi
 [2] LAZ merupakan lembaga yang didirikan oleh masyarakat dalam pengelolaan zakat dengan kriteria sebagai organisasi islam dan atau lembaga dakwah yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat yang dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. Pengukuhan LAZ sesuai dengan keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003.
[3] Asep Saepudin Jahar,  Masa Depan Filantropi Islam Indonesia Kajian Lembaga-lembaga Zakat dan Wakaf, Makalah disampaikan dalam acara Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke 10 di Banjarmasin, 1 – 4 November 2010, Kalimantan Selatan, 685
[4] Presiden Susilo Bambang Yudoyono, : Zakat Jalur Ketiga Kurangi Kemiskinan‛, dalam http://www.republika.co.id.  (18 Maret 2011)
[5] IFSAP (Islamic Financial Sector Assessment Program) merupakan tools untuk mengukur dan menilai kinerja sektor keuangan syariah secara komprehensif, sekaligus melakukan evaluasi terhadap stabilitas sektor ini. Dengan assessment yang tepat, maka kemungkinan terjadinya krisis keuangan dapat dideteksi secara dini. Dimasukkannya zakat dan wakaf kedalam IFSAP sesuai pertimbangan bahwa kedua sektor ini merupakan pilar utama Islamic social finance yang memiliki potensi yang sangat besar. Apalagi secara filosofis, zakat merupakan instrumen yang disebut secara eksplisit dalam Alquran sebagai antitesa dari sistim riba. (source : Dr Irfan Syauqi Beik, Menuju Standardisasi Pengelolaan Zakat Global, http://irfansbeik.blog.republika.co.id /index.php/menuju-standardisasi-pengelolaan-zakat-global/ )

Selasa, 11 Maret 2014

Transactions Demand for Cash : An Inventory Theoritic Approach

“Transactions Demand for Cash : An Inventory Theoritic Approach”
William J. Baumol – New York University
(Risanda Alirastra Budiantoro – 12/330600/EK/18790 – Ilmu Ekonomi)

Sesuai dengan mikro ekonomi akan teori permintaan uang tunai yang dirumuskan W.J Boumol dalam Jurnal yang berjudul ”The Transactions Demand for Cash : An Inventory Theoretic Approch”,  bahwa Model Baumol itu didasarkan pada aset yang mirip dengan uang (dalam hal mereka properties) mendapatkan bunga sebagai pendapatan mereka, dan dibebani dengan relatif risiko kecil. Aset tersebut memberikan entitas ekonomi pilihan menjaga pendapatan mereka dalam bentuk tunai atau sebagai aktiva penghasil bunga. Menjaga saldo kas melibatkan - seperti halnya pilihan lain yang dibuat oleh pelaku pasar - menanggung biaya ekonomi tertentu. Dengan  pendekatan persediaan maka permintaan uang tunai akan bertumpu meminimalkan biaya ekonomi atau sebaliknya, untuk memaksimalkan jumlah utilitas yang berasal dari kebijakan tertentu  dikeluarkan oleh perusahaan yang berpastisipasi dipasar.
Untuk menyederhanakan analisis, selain dari ketentuan di atas, Baumol membuat satu  asumsi yang lebih implicite tentang keseragaman suku bunga dalam skala ekonomi secara keseluruhan. Ini berarti khususnya tingkat pasar bunga yang sama baik untuk deposito (terlepas dari karakter mereka) serta pinjaman. Ini harus ditambahkan bahwa Baumol memahami tabungan - juga implicite - sebagai bentuk menjaga aset dari waktu ke waktu, kecuali untuk menjaga uang tunai, yaitu aset dengan tingkat bunga nol. Sebuah penyederhanaan tambahan model adalah fakta bahwa itu berhubungan hanya untuk ekonomi statis. Model ini benar-benar mengabaikan masalah uang berubah nilainya dalam waktu (yang penulis memilih untuk tidak menyebutkan), konsekuensi dari dampak dari faktor moneter diwakili oleh perubahan harga dalam perekonomian.
Baumol mengungkapkan kasus-kasus dengan penggunaan model dengan cara berikut:
Entitas membutuhkan jumlah T uang tertentu untuk menyediakan untuk belanja konsumen dalam suatu unit waktu tertentu. Entitas membiayai pengeluaran yang baik melalui penarikan keseluruhan (atau bagian) dari deposito, atau melalui utang, dengan asumsi bahwa pada awalnya ia tidak harus berkontribusi saldo kas sebesar T, tetapi dapat menarik uang tunai dengan angsuran C sama (sama baik dalam waktu unit, dan dari segi jumlah mereka).
Dengan melibatkan saldo kas, maka ada 2 kategori biaya umum, yaitu :
-         Biaya kehilangan kesempatan (atau biaya yang dikeluarkan untuk membayar kembali utang kredit) bunga dihitung dengan tingkat bunga i pasar, dan
-         Transaksi luas dipahami biaya konversi bunga produktif aset menjadi uang tunai b (atau biaya kredit), yang meliputi tidak hanya biaya waktu alternatif ditujukan untuk operasional, tapi juga komisi yang dibebankan oleh lembaga keuangan pada operasi tersebut, yang Baumol menganggap sebagai biaya tetap

Dengan rumusan demikian masalah, dan dengan mengingat sebelumnya asumsi-asumsi, suatu entitas harus mengatur  T/C saldo kas dalam batas waktu tertentu (dalam dari segi jumlah mereka). Hal ini melibatkan biaya total transaksi yang sama b (T/C) karena biaya konsumen merata dalam waktu, saldo kas rata-rata dimiliki oleh entitas tertentu sama C/2 yang menurut Baumol, memungkinkan untuk melakukan perhitungan biaya pelayanan keseimbangan dalam seluruh waktu tersebut sebagai i (C/2).  Oleh karena itu,  jelas bahwa total biaya saldo kas untuk suatu entitas adalah jumlah biaya pengaturannya dan memelihara, dengan demikian akan menghasilkan : b (T/C) + i (C/2)
Masalah utama dalam model Baumol adalah mencari saldo kas optimal yang sudah ditentukan yang harus ditetapkan oleh entitas untuk membiayai konsumen kebutuhan. Rumus menentukan volumenya dicapai dengan menghitung turunan fungsi biaya total ekonomi dinyatakan dengan rumus (1) menghitung C. Oleh karena itu, diperoleh turunan    -b (T/C^2) + (i/2)
setelah transformasi menghasilkan rumus berikut memungkinkan untuk menghitung dicari untuk volume C  
Persamaan di atas memberikan bukti:
1.      Transaction demand for cash juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga,
2.      Seorang individu rasional akan memiliki fungsi permintaan akan uang cash yang tergantung dari proporsi akar kuadrat dari nilai transaksi. Contoh : Misal kenaikan gaji  satuan uang, maka kenaikan permintaan uang cash : akar 9=3
3.      Rumus di atas juga disebut dengan rumus EOQ Economic Order Quantity, yang menjadi dasar dari manajemen persediaan.








Money in the Economy : General Equilibirum Analysis

Money in the Economy : General Equilibirum Analysis
(Risanda Alirastra Budiantoro – 12/330600/EK 18790 – Ilmu Ekonomi)

Bab ini telah memberikan dasar bagi analisis ekonomi mikro akan  permintaan dan penawaran uang serta dalam tinjauan analisis ekonomi makro dari peran uang dalam perekonomian bangsa.
Analisis bab ini adalah dengan konsep MIUF dan MIPF model. Dengan menggunakan analisis tersebut memperlakukan uang adalah barang seperti barang-barang lainnya dalam fungsi utilitas dan sebagai input seperti input lain dalam fungsi produksi. l Dalam hal ini menempatkan real balance dalam fungsi utilitas karena, untuk setiap individu tertentu dalam ekonomi moneter, kurang menyukai konsep real balance yang dianggap tidak relevan. Dasar preferensi ini tidak dianggap relevan dengan masalah yang menempatkan uang dalam fungsi utilitas, jika dianalogikan seperti layaknya rokok dan produk yang mungkin berbahaya lainnya, jika barang tersebut dibeli tidak dianggap relevan dalam memutuskan apakah akan memasukkan mereka dalam fungsi utilitas. Selanjutnya, persamaan ini menetukan apakah saldo uang secara langsung menghasilkan utilitas atau tidak, juga tidak dianggap relevan , seperti jika asumsinya kita merokok akan menimbulkan bahaya baik bagi perokok aktif maupun pasif (yang tidak merekok). Kembali ke bahasan utama maka aspek dalam pendekatan ini yang memiliki sedikit relevansi dengan utilitas mereka dan analisis permintaan. Pertimbangan serupa berlaku untuk menempatkan keseimbangan riil dalam fungsi produksi . Dalam hal apapun, bab ini juga disajikan pendekatan tidak langsung untuk menempatkan keseimbangan nyata dalam utilitas dan produksi fungsi. Sebuah pendekatan yang lebih khas yang akan membuat mereka keluar dari kedua utilitas langsung dan tidak langsung dan fungsi produksi yang ditawarkan oleh tumpang tindih generasi model.
Permintaan individu dan fungsi penawaran untuk nilai riil dari semua barang homogeneus merepresntasikan memiliki derajat nol dalam harga nominal dan nilai nominal endowment awal. Artinya, perubahan semua harga dengan nilai saldo riil kekayaan tetap konstan sehingga tidak mengubah fungsi permintaan dan penawaran bagi setiap individu. Tapi perubahan harga mutlak yang mengubah kekayaan riil individu karena bagian itu diadakan di uang dan aset keuangan lainnya, membawa efek kekayaan dalam jumlah yang diminta dari barang oleh individu dan ekonomi, dan mengubah harga relatif barang, termasuk komoditas.
Perubahan pada harga relatif pada komoditi individu akan mengubah permintaan terhadap real balance dan juga tingkat harga absolut, baik melalu efek substitusi dan efek pendapatan. Untuk individu, penentu utama permintaan terhadap real balance, seperti komoditas secara kolektif, adalah variabel skala, hal ini dianggap sebagai perubahan terhadap tingkat pendapatan atau kekayaan masyarakat.





Jumat, 06 Desember 2013

Neraca Pembayaran, Utang, Krisis Finasial dan Kebijakan Stabilisasi Makroekonomi

Neraca Pembayaran, Utang, Krisis Finasial dan Kebijakan Stabilisasi Makroekonomi
(Risanda Alirasta Budiantoro – FEB UGM– Ilmu ekonomi)

Neraca pembayaran
Neraca pembayaran adalah suatu pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke negara negara lain. Pada dasarnya neraca pembayaran ini dibagai dalam tiga komponen dasar, yaitu:
1.      Neraca transaksi berjalan (current account), yaitu sebuah neraca yang berfokus pada transaksi ekspor dan impor (barang maupun jasa), pendapatan investasi, pembayaran cicilan dan pokok utang luar negeri, serta saldo kiriman dan transfer uang dari dan ke luar negeri. Hasil dari perhitungan komponen ini akan menciptakan saldo dari neraca transaksi berjalan.
2.      Neraca modal (capital account), yaitu neraca yang mencatat nilai investasi pihak swasta asing langsung (foreign direct investment) terutama investasi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional, investasi portofolio, dan investasi jangka pendek lainnya, pinjaman luar negeri yang diberikan perbankan swasta nasional, bantuan dan hibah dari pemerintah negara lain serta dari lembaga-lembaga donor multilateral seperti IMF, bank dunia. Komponen tersebut di atas merupakan arus modal masuk (capital inflow) bagi neraca modal yang nilainya kemudian dikurangi nilai modal keluar (capital outflow) dimana saldo kedua transaksi ini merupakan saldo neraca modal.
3.      Neraca tunai (cash account) atau neraca cadangan internasional (international reserve account), yaitu transaksi penyeimbang yang menunjukkan nilai cadangan devisa suatu negara. Angka positif pada naraca ini menunjukkan defisit neraca pembayaran atau pengurangan volume cadangan dan angka negatif menunjukkan surplus atau penambahan volume cadangan
Neraca pembayaran memberikan beberapa informasi penting mengenai hubungan ekonomi di antara satu negara dengan negara-negara asing. Neraca pembayaran akan memberikan informasi mengenai nilai dan perkembangan ekspor dan impor. Apabila neraca keseluruhan adalah positif maka Negara tersebut dikatakan (surplus in the balance of payments). Sedangkan apabila nilainya negatif, Negara itu dikatakan menghadapi defisit dalam neraca pembayaran  (deficit in the balance of payments)

            Transaksi – transaksi positif dan negatif dalam neraca pembayaran
Transaksi positif (kredit)
Setiap penjualan barang atau jasa ke luar negeri (ekspor)
Setiap pendapatan investasi milik penduduk domestik yang berada di luar negeri dalam ekonomi domestik
Setiap penerimaan uang dari luar negeri
Penerimaan hibah atau hadiah dari pihak-pihak luar negeri
Setiap penjualan saham atau obligasi ke luar negeri

Transaksi negatif (debet)
Setiap pembelian barang atau jasa dari luar negeri (impor)
Kembalinya pendapatan investasi milik penduduk negara lain yang berada dalam ekonomi domestik
Setiap pengeluaran uang ke luar neger
Pemberian hibah atau hadiah ke pihak-pihak di luar negeri
Setiap pembelian saham atau obligasi dari luar negeri
Krisis Utang pada Dekade 1980-an
Akhirnya pada penghujung dekade 1980-an sejumlah kecil ekonom neoklasik dan institusional mulai mengembangkan apa yang kemudian menjadi pendekatan yang kelima yakni teori baru pertumbuhan ekonomi. teori ini memodifikasi dan mengembangkan teori pertumbuhan tradisional sedemikian rupa sehingga dapat mengapa ada negara yang mampu berkembang sedemikian cepat sedangkan yang lainnya begitu sulit bahkan mengalami stagnasi(kemacetan). Kekecewaan terhadap keterbatasan model-model pertumbuhan ekonomi neoklasik tradisional selama penghujung dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an memuncak dengan terjadinya krisis utang internasional yang terutama sekali memikul negara-negara berkembang. Berkaitan dengan krisis utang, Rudiger Dornbusch (1987) mengidentifikasi empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya krisis utang. Faktor-faktor tersebut adalah:
1.      Kenaikan suku bunga riil yang menyebabkan naiknya permintaan pembiayaan. Ketidakseimbangan kebutuhan uang baru dan kredit sukarela ini akan menimbulkan krisis utang.
2.      Merosotnya non interest current accountkarena memburuknya ekonomi makro, terms of tradedan penurunan permintaan komoditi ekspor. Hal ini menyebabkan gap pembiayaan semakin besar.
3.      Kenaikan tingkat inflasi dunia yang mengakibatkan suku bunga nominal naik dan amortisasi riil utang luar negeri yang dini. Terjadi pemendekan maturitas efektif utang.
4.      Tanpa perubahan suku bunga, kreditur akan meminta pembayaran pokok utang
Kesalahan pada manajemen utang berimplikasi pada perspektif kreditur terhadap risiko pinjaman negara-negara debiturnya. Akibat krisis utang 1980-an, banyak bank komerisal swasta menjadi lebih hati-hati memberikan pinjaman kepada pemerintah negara-negara Amerika Latin. Mereka menerapkan persyaratan yang lebih rumit. Hal ini mengakibatkan meminjam pada bank komersial menjadi lebih sulit. Selain itu Sachs (1988) juga mengidentifikasi adanya kekhawatiran di negara-negara debitur tersebut akan terjadinya suddenrush, biaya kepanikan dan efek  crowding-out jika mereka meminjam kepada swasta. Untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan manajemen utang yang berakibat pada terjadinya gagal bayar, biasanya negara-negara donor akan menerapkan conditionality lending (pinjaman bersyarat). Tujuannya adalah untuk menyamakan keadaan ex ante dengan ex post di negara debitur, melindungi kreditur, meningkatkan kehati-hatian dan asumsi bahwa debitur tidak selalu kredibel.

Program stabilisasi IMF
Salah satu rangkaian kegiatan yang terpaksa ditempuh oleh suatu negara dalam rangka menaggulangi berbagai macam permaslahan yan bersumber pada instabilitas makroekonomi yaitu lonjakan inflasi domestik yang diberengin terhadap anggaran pemerintah yanng memburuk defisit adalah pelaksanaan renegosiasi dengan bank swasta, yang diharapkan bisa memperpanjang pembayaran utang, dan tingkat suku bunga direndahkan, selain itu pemerintah dapat dipermudah dengan adanya kebijakan stabilisasi IMF, ada 4 komponen dalam stabilasasi IMF :
1.      penghapusan atau liberasasi atas kontrol pemerintah terhadap lalu lintas devisa dan impor
2.      devaluasi nilai tukar resmi mata uang domestik negara berkembang
3.      pemberlakuan program antiinflasi domestik yang serba ketat yang terdiri atas:
(a) kontrol terhadap arus kredit perbankan dalam meningkatkan suku bunga dan memperketat cadangan minimum  (reserve requirement)
(b) kontrol terhadap defisit anggaran pemerintah melalui pembatasan belanja negara, khusunya dalam bidang pelayanan sosial bagi masyarakat miskin, subsidi bahan pangan yang disertai dengan peningkatan pajak.
(c) kontrol terhadap peningkatan upah secara keseluruhan guna memastikan tingkat upah tidak melebihi tingkat inflasi
(d) menghilangkan berbagai kontrol harga serta mendorong mekanisme pasar secara bebas
4.   peningkatan upaya untuk menarik dana investasi asing dan pembukaan perekonomian terhadap hubungan komersial internasional

Strategi dalam melepaskan diri dari utang
Masalah utang yang melilit negara-negara berkembang akhirnya menjadi sebuah masalah dunia yang mengandung implikasi ekonomi serius bagi negara berkembang itu sendiri, maupun bagi negara maju. Sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan utang sehingga dibentuklah Kartel penghutang (debtor’s cartel) selain itu secara sepihak satu atau dua negara penghutang menghapuskan utang mereka karena dikhawatirkan terjadi koleps. Usulan lain adalah Renegosiasi untuk meringankan beban utang negara untuk memperpanjang jatuh tempo pembayaran atau dengan meringanlan beban bunga yang harus dibayarkan. Rencana Brady (Brady Plan) merupakan usulan atas menteri Keuangan AS, Nicholas Brady, pada tahun 1989 yang merencakan untuk meminimlaisir kerugian dari bank-bank komersial melalui upaya penghapusan utang tetapi sisa pinjaman tidak dihapuskan yang akan dijamin dengan IMF dan World Bank asalkan negara berkembang yang bersangkutan bersedia untuk melaksanakan program  penyesuaian yang diusulakn oleh IMF dan mempromoiskan pasar bebas. Pertukaran utang untuk modal (debt-for-equity swap). Kebijakan ini bisa dilakukan dalam kerangka privatisasi, sehingga diperoleh sinergi yang mampu mendongkrak harga pasar.

Selasa, 03 Desember 2013

The Tools of Monetary Policy

The Tools of Monetary Policy
( Risanda Alirastra Budiantoro – FEB UGM – Ilmu Ekonomi )

Pasar untuk Cadangan dan Federals Funds Rate
            Kebijakan moneter Kebijakan Moneter Pasar untuk cadangan adalah pasar dimana federal fund rate ditentukan. Sedangkan, Federal fund rate adalah suku bunga jangka waktu satu malam atas cadangan pinjaman dari satu bank ke bank lainnya. Bagian 1 Penawaran cadangan, Rs dibagi menjadi dua  komponen yaitu :
  • Nonborrowed reserve (NBR), yaitu jumlah cadangan yang ditawarkan The Fed dalam  operasi pasar terbuka.
  • Borrowed Reserve (BR), yaitu jumlah dari cadangan yang dipinjamkan The Fed.
Sedangkan untuk kurva permintaan ditentukan oleh Jumlah cadangan di bagi dalam komponen:
  • Giro Wajib à Rasio giro wajib dikalikan jumlah deposito dimana giro tersebut dikalikan.
  • Kelebihan cadangan à Tambahan cadangan dimana bank boleh menentukan sendiri.

Sehingga keseimbangan terjadi apabila Rd = Rs
Mishkin_c15F01


Intrumen Kebijakan Moneter yang Mempengaruhi Federal Funds Rate
·        Operasi pasar terbuka
Pembelian pasar terbuka menyebabkan federal funds rate turun, sedangkan penjualan pasar terbuka menyebabkan federal fund rate naik. terdapat dua kategori yaitu :
o       main financing operations atau Operasi pendanaan kembali utama
o       Operasi pendanaan kembali jangka waktu lebih panjang
·        Discount leading
Sebagian besar perubahan suku bunga diskonto tidak mempunyai dampak terhadap federal funds rate
·        Giro wajib
Jika The Fed menurunkan giro wajib, maka federal funds rate akan turun.

Kebijakan Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka atau aktivitas pasar terbuka (open market activity/operation) adalah pembelian atau penjualan sekuritas pemerintah yang dilakukan oleh bank sentral yang bertindak atas instruksi dari dewan gubernur bank sentral. Yang terdiri atas OPT Absopsi dan OPT Injeksi :
         OPT Absorpsi
OPT absorpsi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB, pasar uang diperkirakan mengalami kelebihan likuiditas. Salah satu indikatornya adalah suku bunga PUAB yang turun tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT absorpsi ini adalah:
1.      Penerbitan SBI dan SBIS
2.      Transaksi Reverse Repo SBN
3.      Transaksi Penjualan SBN secara outright
4.      Penempatan berjangka (Term Deposit) di Bank Indonesia
5.      Jual Valuta Asing terhadap Rupiah.
         OPT Injeksi
OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku bunga di PUAB, pasar uang diperkirakan mengalami kekurangan likuiditas. Peserta pada OPT Injeksi adalah bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank. Salah satu indikatornya adalah suku bunga PUAB yang naik tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT injeksi ini adalah:
1.      Transaksi Repo
2.      Transaksi Pembelian SBN secara outright 
3.      Beli Valuta Asing terhadap Rupiah.
Discount Window
Fasilitas dimana bank-bank dapat meminjam cadangan dari Federal Reserve.
         Kredit utama (primary credit) à Standing lending facility
Suku bunga yang dipakai adalah suku bunga diskonto. (suku bunga diskonoto ditetapkan lebih tinggi daripada target federal funds rate, biasanya 100 poin basis atau 1%)
         Kredit sekunder (secondary credit)
Diberikan kepada bank-bank yang mempunyai masalah keuangan dan likiditas. Suku bunga pinjaman ini ditetapkan 50 poin basis (0,5%) di atas suku bungan diskonto. Suku bunga pada pinjaman ini ditetapkan lebih tinggi untuk menunjukkan pinjaman yang tidak begitu sehat
         Kredit Musiman (seasonal credit)
Diberikan untuk memenuhi kkebutuhan sejumlah bank tertentu pada sektor pertanian atau sektor yang kurang diminati yang memiliki pola deposito musiman. Suku bunga yang ditetapkan dikaitkan dengan federal funds rate dan suku bunga deposito.
Lender Of Last Resort à Giro Wajib Lender of last resort dilakukan untuk mencegah kebangkrutan bank yang tidak terkontrol, yaitu dengan menyediakan cadangan ke bank ketika tidak ada pihak lainny yang dapat melakukannya, sehingga dapat mencegah kepanikan bank dan keuangan. Lender of last resort ini menimbulkan dua hal yaitu, menimbulkan biaya dan menciptakan niat buruk (moral hazard) dimana bank-bank mengambil risiko lebih besar sehingga mewujudkan lembaga penjamin simpanan, dan pembayar pajak sebagai pihak menderita kerugian paling besar.

Giro Wajib
Giro wajib berlaku seperti pajak dalam bank. Perubahan Giro wajib memengaruhi uang beredar yang menyebabkan angka pengganda uang beredar berubah yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Ø      Kenaikan :
         Mengurangi jumlah deposito (simpanan)
         Mendorong uang beredar berkurang (kontraksi)
         Meningkatkan permintaan untuk cadangan dan meningkatkan federal funds rate
Ø      Penurunan :
         Mendorong kenaikan uang beredar
         Turunnya federal funds rate

Koridor untuk Menetapkan Suku Bunga yang Digunakan Suatu Negara
Dengan menggunakan asumsi, Bank sentral tidak akan mampu mengontrol suku bunga akibat dari jatuhnya giro wajib yang menyebabkan permintaan untuk cadangan turun sampai nol .sehingga diperlukan alur atau prosedur yang sistematis untuk menjalankan sistem ekonomi moneter yang efektif dan efisien yang telah diadopsi pada beberapa negara ( Kanada, Australia, Selandia Baru) yang telah menghapus giro wajib dan menunjukan overnight secara optimal. Overnight Cash Rate : Suku bunga pinjaman antarbank dengan jangka waktu yang sangat pendek
Bank sentral meneyediakan pinjaman overnight kepada bank dengan berapapun jumlah yang diminta pada suku bunga tetap (i’) akibatnya jumlah cadangan yang ditawarkan elastis tak terhingga (suku bunga yang ditetapkan disebut Lombard Rate)