Selasa, 23 April 2013

HUKUM EKONOMI SYARIAH DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN DAN KEMODERNAN

 
HUKUM EKONOMI SYARIAH DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN DAN KEMODERNAN
(Tugas Pendidikan Agama Islam)





 

Oleh :
          RISANDA ALIRASTRA BUDIANTORO
12/330600/EK/18790
ILMU EKONOMI / FEB UGM / 2012



Fakultas Filsafat
Univeristas Gadjah Mada
2012


Ketika jadi plonco masuk Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada tahun 2012, saya juga belum sadar benar hendak jadi apa? Seorang senior bertanya pada saya: “Mengapa masuk fakultas ekonomi dan hendak menjadi apa?” Saya menjawab spontan: “Ingin menyusun satu hukum nasional yang berbasis syariah sehingga menggambarkan kepribadian Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah menganut agama islam, menggantikan hukum konvensional yang merupakan peninggalan pada zaman penjajahan.”. “Ahhh, tak ada itu, itu sarjana hukum, jadi sarjana ekonomi untuk cari duit”, kata senior tersebut. Jawaban saya tampaknya slogan yang terinspirasi dari pidato-pidato Bung Karno, bapak bangsa sekaligus Pemimpin Besar Revolusi pada waktu itu ditahun 1960an yang berusaha keras menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) dengan ajaran yang terkenal NASAKOM (Nasionalis, Agama dan Komunis). Bertahun-tahun kemudian sampai hari ini dua-duanya, apa yang saya katakan dan jawaban senior saya itu tidak menjadi kenyataan. Tidak ada hukum Indonesia yang satu, melainkan pluralisme hukum, satu dan lain hidup berdamping-dampingan secara damai.

Hukum Ekonomi Syariah sebagai Hukum Nasional Indonesia

Indonesia menganut beberapa sistem hukum. Pertama, Hukum Adat yaitu norma-norma yang hidup dimasyarakat dan mempunyai sanksi kalau tidak diikuti, adalah hukum asli Indonesia. Kedua, Hukum Islam yang datang dibawa pedagang-pedagang yang mengembangkan agama Islam, sumber hukumnya Qur’an dan Hadist, serta Ijtihad. Ketiga, Hukum Civil Law yang berasal dari Code Napoleon Perancis menyebar sampai Belanda, dan dari Belanda mengalir ke Indonesia yang pada mulanya berlaku untuk orang Eropa di Hindia Belanda. Sistem hukum ini menganggap bahwa hukum itu adalah peraturan perundang-undangan. Pada tahun 1970an masuk pula ke Indonesia unsur-unsur Sistem Hukum Common Law. Pengaruh Common Law ini ada pada Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan cara memutus majelis hakim di pengadilan.

Daerah-daerah yang kuat Islamnya dan umat Islam pada umumnya di Indonesia tunduk pada Hukum Islam. Hukum Islam pada mulanya hanya berkembang pada Hukum Keluarga seperti perkawinan, perceraian dan warisan. Pada waktu Indonesia memasuki abad ke 21, Hukum Islam berkembang kepada bidang ekonomi yang ditandainya dengan lahirnya Bank Syariah, Asuransi Takaful, dan Pasar Modal Syariah. Paling akhir Hukum Islam sampai kepada Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana dengan lahirnya Otonomi Daerah Aceh yang berdasarkan Syariat Islam dan berlakunya hukum cambuk di daerah tersebut.

Semua sistem hukum tersebut di atas berlaku dan eksestensinya berjalan di Indonesia, menjadi bagian dari hukum nasional Indonesia. Hukum Ekonomi Islam yang merupakan bagian dari Hukum Islam adalah juga hukum nasional Indonesia, berdampingan dengan sistem hukum lainnya.

Sejarah menunjukkan, bahwa berbagai sistem hukum tidak hanya dapat hidup berdampingan di suatu negeri, tetapi sistem hukum yang satu dapat mengambil alih unsur sistem hukum lainnya.

Hukum Ekonomi Syariah Adalah Hukum Ekonomi Yang Modern

Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan (way of life), dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Beberapa aturan ini bersifat pasti dan berlaku permanen, sementara beberapa lainnya bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi. Penggunaan agama sebagai dasar ilmu pengetahuan telah menimbulkan diskusi panjang di kalangan ilmuwan, meskipun sejarah telah membuktikan bahwa hal ini adalah sebuah keniscayaan.

Pemikiran ekonomi Islam mengandung dua pengertian, yaitu pemikiran ekonomi yang dikemukakan oleh para sarjana Muslim dan pemikiran ekonomi yang didasarkan atas agama Islam. Pemikiran ekonomi dalam Islam bertitik tolak dari Al quran dan Hadist yang merupakan sumber dan dasar utama syariat Islam. Oleh karena itu pemikiran ekonomi Islam berawal sejak Al quran dan Hadist ada, yaitu pada masa kehidupan Rasullah Muhammad SAW abad ke 7 Masehi. Periode perkembangan ekonomi Islam kemudian masuk pada periode ke 2 (450-850 H/1058-1446 M), pemikir-pemikirnya adalah, antara lain, Al-Ghazali, Nasiruddin Tutshi, Ibnu Tammiyah, Ibnu Khaldun. Selanjutnya periode ke 3 (850 – 1350 H/1446-1932 M), pemukanya antara lain, Shah Waliullah, dan Muhammad Iqbal. Akhirnya periode tahun 1930an sampai sekarang, merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam. Kemerdekaan negara-negara Muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong semangat para sarjana Muslim dalam pemikirannya. Dalam periode ini lahir upaya sistem ekonomi Islam dibandingkan dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Disamping itu lahir pemikiran-pemikiran ekonomi Islam secara makro maupun mikro.

Ekonomi Islam makro turut membahas masalah pertumbuhan ekonomi, investasi, dan infrastruktur, kebijaksanaan fiscal dan keterbatasannya. Ekonomi Islam membahas fungsi investasi dalam perekonomian Islam dan pentingnya pembangunan infrastruktur.

Dari sudut ekonomi mikro Islam, pembahasan sampai kepada distorsi pasar menurut pandangan Islam, begitu juga tentang efisiensi alokasi dan distribusi pendapatan. Misalnya, dalam ekonomi konvensional keadaan mengenai kesejahteraan yang pincang dikenal sebagai efficient allocation of goods yaitu alokasi barang-barang. Dikatakan efisien bila tidak seorang pun dapat meningkatkan utilitynya tanpa mengurangi utility orang lain. Efisiensi-efisiensi alokasi ini sering disebut sebagai pareto efficient, nama seorang ahli ekonomi Italia (1848-1923). Ajaran Islam sebagaimana diriwayatkan, Imam Ali R.A. pernah mengatakan : “Janganlah kesejahteraan salah seorang diantara kamu meningkat namun pada saat yang sama kesejahteraan orang lain menurun”.


Kesimpulan

Sistem ekonomi Islam baik dari segi ekonomi makro maupun ekonomi mikro dapat diperbandingkan dengan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Sistem ekonomi Islam tersebut dapat menjadi alternatif sistem ekonomi yang dianut masyarakat. Dalam kenyataannya Sistem Ekonomi Syariah tidak hanya hidup di negara-negara Muslim, tetapi juga di negara-negara Barat, antara lain ditandai dengan berkembangnya Bank Syariah, Asuransi Takaful dan Pasar Modal Syariah dalam perkembangan ekonomi kontemporer sekarang ini.

Daftar Pustaka :

  1. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 287-305.
  2. Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 193-233.
  3. Munrokhim Misanam, Priyonggo Suseno, dan M. Bhekti Hendrieanto, Ekonomi Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008)
  4. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1109&Itemid=30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar