Senin, 12 Desember 2011

Selamat jalan bapak….

Setelah cukup lama mendampingi kami menuntut ilmu di kampus, begitu sabar membimbing kami, tak pernah lelah, tak pernah mengeluh kesah apalagi marah-marah akan sikap kami kepadanya, yang cenderung masih kekakak-kanakan, lugu dan polos sungguh luar biasa. Mulai dari kami menginjakkan kaki pertama kali, hingga menjadi dewasa seperti saat ini. Banyak kenangan yang akan terlukis dengan tinta emas dihati sanubari kami yang terdalam. Jika ditulis tidaklah cukup dengan selembar kain atau dengan secarik kertas.
Sikap wibawa, tegas dan berpendirian serta bertanggung jawab ada didalam sosok hidupnya. Kacamata hitam yang selalu beliau gunakan, kumis tebal yang merupakan ciri khasnya . Banyak kisah inspiratif yang beliau ajarkan kepada kami, pada akhir ceritanya pasti beliau berkata

“ silahkan kalian ambil hikmahnya masing-masing”.

Secara tidak langsung ia mengajarkan kepada kami dua hal, yang pertama dari ceritanya, yang kedua berusaha untuk memetik himahnya, dengan kemampuan dari masing-masing pemikiran yang berbeda, akan menghasilkan berbagai hikmah tergantung dari mana kita mengambil sudutnya.
Saat ini adalah masa-masa tersulit bagi kami, harus berpisah. Hidup memang penuh pilihan, tidaklah selalu bersinergi antara satu dengan yang lain, ada saat untuk bertemu dan ada saat untuk berpisah. Diakhir perjalanan ini kami tak bisa memberikan apa-apa untukmu. Walaupun kami bukanlah seorang pujangga hebat atau seorang penyair yang terkenal tetapi hanya dengan sebait dua puisi ini pasti akan bisa mengingatmu jika engkau membaca puisi ini.

Seuntai prakata…
Untuk ayah kami tercinta…
Bapak Hendragiri Waspadadjati…


Tak perlu ada ucapan terimakasih berlebihan
Ketika kamu mengajari kami tentang rahasia…
Angka-angka dan abjad-abjad
Juga tentang alamat Tuhan yang tak mudah dicerna…

Kamu hanya butuh kami diam…
Mewaspadai lambaian tangan-tangan jenaka…
Kamu hanya butuh kami diam…
Mewaspadai debur pantai yang penuh perangkap…
Selanjutnya menyimpan dengan hati-hati…
Abjad-abjad, angka-angka serta alamat Tuhan
Bekal masa depan kami yang jauh…

Sesungguhnya kami telah berterimakasih…
Memberi penghargaan sewajarnya…
Ketika kami mengibarkan bendera satu tiang penuh gembira…
Menyambut terbitnya kebebasan dari rahim bumi…
Karena dengan begitu kami akan merenungi bagaimana melayari
Hulu, hilir, muara, laut, dan samudra…
Tempat bermimpi Ibu Pertiwi…

Benar, kamu hanya mengjari kami tentang angka-angka..
Tentang abjad-abjad dan tentang alamat Tuhan…
Sehingga kami harus menjadi seorang pelaut cerdik..
Bukan seperti Malin Kundang, tapi seperti Nuh…
Yang belajar pada hujan….

Yang belajar pada cuaca…
Dan belajar kemauan pada manusia…
Sehingga Tuhan menyelamatkan dari bahaya…

Suatu hari nanti, kami berjanji…
Kamu akan dipanggil, Bunga!
Sebagai bukti pada jiwamu bahwa kami telah tumbuh kembang
dalam segala musim….

Akhirnya kamu mengajari kami tentang perpisahan…
Tentang negeri kelak yang hijau sekaligus tandus…
Agar Tuhan kekal di hatimu dalam setiap detak jantung…
Menjadi antologi nyanyian yang melahirkan ribuan cahaya…

Terima kasih kami ucapkan Ayah…
Maafkan atas kenakalan kami selama ini…
Segala hal yang terjadi di antara kami dan Ayah…
Akan selalu kami kenang sebagai prasasti dalam hidup kami…

Semoga Ayah sukses selalu


Putra-putri Ayah
TN XX
SMA Taruna Nusantara


Atau denga sebuah maket pelataran balirung yang terbuat bak berlian yang berkilau. Dengan tulisan TN XX menggunakan tinta emas hasil dari tulisan kami sendiri. Bukankah hal ini cukup sederhana, tidak sesuai dengan apa yang telah engkau berikan kepada kami. Sesuai dengan kata pepatah janganlah menilai buku dari covernya, artinya jangan menilai pemberian seseorang hanya dari bentuknya tetapi dari keikhlasan dan niat untuk memberikan yang terbaik, pemberian kami ini ikhlas dari angkatan kami.

Maket Pelataran Balairung Pancasila

RMSP Alam sebagai ketua angkatan XX menyerahkan Maket ke Bapak Hendra Giri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar