Minggu, 17 Februari 2013

‘Si Anak Singkong’ dalam Menembus Glass Ceiling


Tidak banyak yang mengetahui perjalanan hidup Chairul Tanjung yang sesungguhnya. Pada umumnya masyarakat mengenal sosok Chairul Tanjung atau yang lebih akrab dipanggil CT, pada kondisi saat ini setelah menjadi pengusaha sukses. Padahal, keberhasilan yang dia raih sekarang merupakan akumulasi dari proses perjalanan hidup yang ditempuhnya sejak kecil hingga kini yang penuh dengan tantangan dan dinamika.
Chairul Tanjung ("Si Anak Singkong")
 Dia berasal dari keluarga sederhana dibesarkan di lingkungan yang keras di kawasan kumuh di Kota Jakarta sehingga sejak kecil diasah oleh kehidupan yang sulit dan penuh tantangan untuk bisa melanjutkan sekolah.Chairul Tanjung merupakan sulung dari 5 bersaudara. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Ketika tiba di zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen yang sempit.

Kelas 3 SMP sebagaimana yang dilakukan di banyak sekolah, diselenggarakan acara study tour yang pengumumannya 2 minggu sebelum keberangkatan. Pak A.G Tanjung (bapaknya CT) saat itu mengelola perusahaan transpotasi milik kawannya, sehingga otomatis mengetahui proses kerja penanganan wisata. Maka ia pun dipercaya sebagai coordinator transpotasi untuk acara study tour sekolahnya ke Yogyakarta. Namun sampai waktunya tiba, ibunya tidak memiliki cukup uang untuk membayar biaya study tour sebesar Rp. 15.000,- sehingga dengan alas an kepentingan keluarga CT tidak ikut berangkat dalam acara yang bahkan ia sendiri yang sibuk mengurus berbagai persiapan. Ia mengerjakan tugasnya sebagai coordinator dengan seksama dan melepas kepergian teman-temannya di halaman sekola, dengan perasaan sakit yang disembuniykan serapat mungkin.
          
           Ketika di bangku kuliah Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Chairul Tanjung sudah mulai berbisnis kecil-kecilan, membiayai sendiri keperluan hidup dan biaya pendidikannya, mulai dari photo copy hingga menjual peralatan kedokteran gigi. Pada tahun 1983 dengan bendera CV. Abadi Medical & Dental membuka toko yg menjual alat-alat kedokteran di Senen Raya, Jakarta. Menempati ruangan 7X3 meter persegi, beromzet sekitar Rp. 400 ribu perhari. Tapi toko tersebut hanya berumur 2 tahun. Terpaksa ditutup.

Meski mengalami pahitnya kala bangkrut, menjadi entrepreneur telah menjadi jalan hidupnya.Chairul justru langsung mencoba usaha lain, kali ini di bidang kontraktor. Meski juga kurang berhasil, ia merasa mendapat pelajaran banyak hal dari bisnis-bisnis yang pernah ditanganinya. Dari bekal pengetahuan itu, ia memberanikan mendirikan CV pertamanya pada tahun 1984 dan menjadikannya PT pada tahun 1987. Dari PT bernama Pariarti Shindutama itu, ia berkongsi dengan dua rekannya mendirikan pabrik sepatu. Kepiawaiannya menjaring hubungan bisnis langsung membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160 ribu pasang dari pengusaha Italia. Dari kesuksesan ini, bisnisnya merambah ke industri genting, sandal, dan properti. Namun, di tengah kesuksesan itu, rupanya ia mengalami perbedaan visi dengan kedua rekannya. Maka, ia pun memilih menjalankan sendiri usahanya.

Ternyata, ia justru bisa makin berkembang dengan berbagai usahanya. Ia pun lantas memfokuskan usahanya ke tiga bisnis inti, yakni: keuangan, properti, dan multimedia. Melalui tangan dinginnya, ia mengakuisisi sebuah bank kecil yang nyaris bangkrut, Bank Tugu. Keputusan yang dianggap kontoversial saat itu oleh orang dekatnya. Namun, pengalaman bangkit dari kegagalan rupanya mengajarkannya banyak hal. Ia justru berhasil mengangkat bank itu, setelah mengubah namanya menjadi Bank Mega.

Chairul Tanjung mengawali bisnis di bidang broadcast ketika ia memdapat izin siar di tahun 1998. Namun, baru di bulan Desember 2001 Trans TV siaran secara resmi. Sama seperti halnya ketika ia membeli Bank Mega, banyak yang mempertanyakan keberaniannya membuka usaha yang sangat besar di akhir krisis ekonomi. Maklum untuk membangun Trans TV, Chairul Tanjung mengeluarkan 500 miliyar Rupiah belum lagi kompetitor yang sudah besar dan mempunyai pengalaman yang panjang seperti RCTI, Indosiar, SCTV dan stasiun Televisi lainnya seperti TPI, ANTV, dsb. Tapi disinilah kehebatan dari seorang Dokter Gigi yang tak pernah membuka praktek dari selesai kuliah. Bila stasiun TV yang sudah ada bergantung pada acara yang dibuat Production House (PH), lain dengan Trans TV yang 80% acaranya adalah buatan sendiri dengan memanfaatkan kreatifitas anak muda sehingga dapat menghemat costdan memperbesar laba.

Tak heran, Berkat kegigihan, kerja keras, disiplin, dan ketekunannya, Chairul Tanjung mampu melakukan transformasi dan lompatan luar biasa dalam kehidupannya Selain kerja keras, hal lain yang harus diingat adalah kerja ikhlas. Setelah itu, baru menyerahkan segala hasil kerja keras yang dilakukannya kepada Tuhan.Tips lainnya untuk menjadi seorang pengusaha sukses di tanah air yaitu harus mampu menciptakan bisnis yang tidak biasa (unusual). Modal utama untuk menjadi seorang pengusaha bukanlah modal yang besar.Namun yang terpenting, seorang calon pengusaha tidak boleh cengeng dan mudah menyerah."Tanpa kerja keras ini semua omong kosong. Modal utama pengusaha adalah jangan cengeng, jangan mudah menyerah," kata Chairul.. Tak heran atas semua prestasinya, ia layak disebut sebagai bintang baru di dunia bisnis Indonesia. Bahkan, baru-baru ini, Forbes menobatkannya sebagai orang terkaya Indonesia ke-18, dengan total kekayaan mencapai 450 juta dolar AS. Sebuah prestasi yang mungkin tak pernah dibayangkannya saat memulai usaha kecil-kecilan, demi mendapat biaya kuliah, ketika masih kuliah di UI dulu.

Analisis Masalah

            Glass ceiling atau istilah dalam bahasa Indonesia ialah langit-langit kaca merupakan sebuah hambatan bagi sebagian orang, baik laki-laki ataupun perempuan untuk terus maju dan berkembang. Walaupun, didalam diri orang tersebut memiliki sebuah potensi yang besar untuk maju. .Banyak hal yang dapat menjadi penghalang dalam peristiwa glass ceiling seperti perbedaan gender, keterbatasan-keterbatasan ekonomi, ras, kemampuan, dll. Istilah glass ceiling di Indonesia sudah tidak asing lagi, sudah banyak contoh peristiwa yang menunjukan adanya glass ceiling didalam kegiatan ekonomi, politik, social, hukum dll. Namun, hal itu bisa diatasi jika setiap individu dapat mengambil celah dari setiap hambatan yang ada atau mengubah setiap hambatan menjadi peluang untuk terus bisa maju.  

Glass ceiling itu bukan seseuatu  yang harus dihindari, karena asumsi kita apabila seseorang terkena glass ceiling maka karirnya akan mati, tidak dapat mencapai puncak, tidak bisa naik jabatan, dsb. Namun, pandangan tersebut harus kita patahkan. Glass ceiling seharusnya kita lawan, glass ceiling bukanlah akhir dari segalanya. Jadikanlah glass ceiling sebagai batu loncatan untuk terus meniti karir hingga mencapai puncak dengan potensi yang kita miliki.
           
 Hal inilah yang dilakukan seorang chairul tanjung, merubah hambatan menjadi sebuah peluang untuk sukses. Kesuksesannya yang ia peroleh sekarang merupakan hasil kerja keras dari masa lalu. Glass ceiling yang dihadapi chairul tanjung terletak pada kondisi perekonomiannya. Dia berasal dari keluarga sederhana dibesarkan di lingkungan yang keras di kawasan kumuh di Kota Jakarta sehingga sejak kecil diasah oleh kehidupan yang sulit dan penuh tantangan untuk bisa melanjutkan sekolah, saat ia duduk dikelas 3 SMP, ia tidak dapat mengikuti study tour karena keterbatasan ekonomi, memasuki bangku kuliah faktor ekonomi keluarganya juga yang menjadi penghalang untuk maju. Namun hambatan tersebut dapat membentuk kepribadian CT sehingga mandiri, pantang menyerah dan terus bekerja keras. CT telah mengetahui potensi apa yang ada didalam dirinya untuk menaklukan glass ceiling, sehingga usaha demi usaha yang dilakukan CT dapat berhasil menembus batasan-batasan dalam glass ceiling. Walaupun, tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai seperti membalikkan telapak tangan. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras, keuletan, kegigihan, dan ke-disiplinan. Sehingga saat ini CT berada di puncak dari kariernya dengan perjuangan didalam menaklukan glass ceiling  .

Solusi didalam menembus Glass Ceiling

Apa yang didapat chairul tanjung kini adalah refleksi atas mimpinya 23 Tahun yang lalu ketika ia baru membuka bisnisnya selepas kuliah. Kini ia pun masih bermimpi. Tentunya tidak berhenti sebatas mimpi. Tapi ia tuangkan dalam sebuah perencanaan yang matang. Setiap lini bisninya mempunyai action yang jelas. Selain itu, kerja keras menjadi kunci kesuksesannya, sewaktu masih berusia 20 tahun, ia kerja selama 18 jam sehari. Bayangkan, hanya 6 jam istirahat, termasuk tidur. Menginjak usia 30-an, seiring dengan semakin terbentuknya jaringan bisnisnya, ia bekerja selama 16 jam sehari. Dan, kini di usia 40-an ia bekerja selama 14 jam sehari. Padahal, ia sekarang sudah menjadi CEO sebuah grup usaha terkemuka

Prinsip hidup dan tidak akan pernah suka akan dunia perpolitikan akan menambah semangat dan kerja keras untuk fokus dalam bidang bisnis, serta bantuan doa restu dari orang tua khususnya ibu sebagai manusia yang bertwakal mendorong kesuksesan CT semakin cepat. Dalam bidang sosial CT beserta keluarga sudah banyk melakukakan aktivitas seperti membangun yayasan anak yatim, memberikan beasiswa bagi anak yang kurang mampu, membantu anak terlantar dll.

Pendidikan juga merupakan solusi didalam menembus glass ceiling karena  dengan pendidikan pola pikir kita akan terus semakin berkembang. Bagi CT, apa pun cita-cita seseorang pasti dapat direngkuh apabila mereka tidak berhenti belajar, di mana pun dan kepada siapa pun. Selain itu,  banyak hal yang diperoleh jika kita mengenyam pendidikan. Adanya transfer ilmu, memperbanyak relasi dengan teman, dan dosen, serta mengasah kemampuan didalam berorganisasi untuk dapat bekerja secara kolektif. Ibu dari CT, mendukung secara maksimal agar CT dapat mengenyam pendidikan setingi-tingginya, bahkan uang SPP pada bangku kuliah pertama kali merupakan hasil jualan kain halus milik ibunya sebesar Rp.15.000,-

CT percaya bangsa ini akan terus berkembang menjadi bangsa yang maju dan besar. Sehingga ia selalu menginspirasi dan memotivasi semua orang muda Indonesia agar dapat menembus batasan-batasan yang ada, karena kejayaan bangsa ditentukan oleh generasi muda penerus bangsa.

(Risanda Alirastra B / 330600 / Ilmu Ekonomi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar