Jumat, 30 Agustus 2013

Komersialisasi Lahan Parkir Berpotensi Pungutan Liar

          Mendengar kata komersialisasi pasti kita akan segera mengasosiasikannya dengan uang. Sangat tepat sekali jika sesuatu yang dikomersialkan akan menghasilkan uang karena tujuan dari barang komersial adalah untuk dijual. Apa jadinya kalau kota-kota besar dikomersialkan? Pasti semuanya membutuhkan uang, namun kenyataannya memang seperti itu. Kalau tidak ada uang, tidak akan bisa hidup di kota besar. Hal tersebut merupakan permasalahan bagi semua orang, terlebih lagi sebagai salah satu mahasiswa universitas di Yogyakarta yang tidak mempunyai banyak uang pasti akan mengalami kesulitan.
Kota Yogyakarta merupakan salah satu contoh kota besar yang ada di Indonesia. Terdapat banyak tempat destinasi yang menarik sehingga dengan sangat mudah bagi daerah tersebut untuk melakukan komersialisasi untuk menghasilkan pendapatan pemerintah yang tinggi. Hal ini terlihat dari perputaran uang pada daerah wisata dan perdagangan yang terdapat di Yogyakarta. Sebagai kota wisata belanja sangat wajar jika dikatakan komersial, karna untuk mendapatkan suatu barang Anda harus merogoh kocek Anda terlebih dahulu.
Mari kita melihat sisi komersil lainnya di Kota Yogyakarta. Ini sebenarnya cukup mengejutkan bagi saya, yaitu parkir. Yang dijual tukang parkir adalah jasa mereka dalam merapikan barisan kendaraan bermotor. Sudah sewajarnya jika kawasan yang padat memiliki tukang parkir, karna tujuannya yang baik yaitu supaya tidak semrawut. Tukang parkir merapikan kendaraan dan menjaga kendaraan kita, dan kita membayar mereka sesuai dengan upah yang berlaku.
Selain itu proses komersialisasi dapat bermanfaat dalam rangka meningkatkan semua sektor pembangunan yang telah dilaksanakan agar dapat berjalan sesuai dengan rencana serta dalam menaikan taraf hidup masyarakat dan untuk mendukung program pemerintah agar terlaksana secara berkesinambungan, pemerintah membutuhkan dana yang cukup besar. Peran pemerintah daerah juga sangat diperlukan guna mengetahui dana yang diperlukan untuk meningkatkan pembangunan daerahnya karena pemerintah daerahlah yang lebih mengetahui kondisi daerahnya.

Namun, bagaimana jika ternyata parkir merupakan lahan yang menggiurkan dalam hal komersialisasi?

Menurut info yang saya dapatkan uang parkir yang selalu kita keluarkan itu termasuk dalam retribusi. Penetapan tarif parkir merupakan salah satu perangkat yang digunakan sebagai alat dalam kebijakan manajemen lalu lintas di suatu kawasan/kota untuk membatasi penggunaan kendaraan pribadi menuju ke suatu kawasan tertentu yang perlu dikendalikan lalu lintasnya dan merupakan salah satu pendapatan asli daerah yang penting.
Seringkali ketika kita mengunjungi suatu tempat dengan menggunakan kendaraan bermotor, baik itu motor maupun mobil, kita akan dikenakan biaya parkir atau karcis. Biaya parkir yang dibebankan kepada pengendara kendaraan bermotor seringkali menuai kritik karena jumlah yang ditetapkan dianggap terlalu mahal. Bahkan biaya yang ditetapkan untuk biaya karcis tidak sesuai dengan keamanan yang seharusnya dirasakan oleh si pemilik kendaraan itu sendiri.
Dasar penetapan retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah Undang-undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dimana juga diatur tentang pengenaan pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor . Besarnya pajak terhadap penyelenggara parkir di luar jalan paling tinggi 30 persen yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.[1]
Begitu mengejutkannya karena ternyata pendapatan dari lahan parkir tidaklah sedikit. Banyak sekali kendaraan bermotor yang parkir di tepi jalan atau di mana saja, dan tentunya di semua tempat ada tukang parkir. Kita namakan saja itu adalah lahan yang telah terkomersialisasikan, itulah lahan parkir. Mungkin tempat yang tidak dipungut biaya lahan parkir hanya perumahan penduduk saja, selebihnya Anda harus bayar!

Objek Parkir

Objek pajak parkiran adalah Penyelenggaraan tempat parkiran di luar badan jalan, baik yang disediakan sebagai suatu usaha termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Seperti :

·        Pelataran dan atau taman-taman parkir.
·        Gedung-gedung dan atau bangunan dan pusat perbelanjaan yang menyediakan fasilitas parkir.
·        Penyediaan suatu tempat parkir yang disediakan oleh perorangan dan atau badan hukum umtuk fasilitas hukum mereka.

Melihat potensi tersebut pemerintah daerahmembuat peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah. Pemegang usaha harus meminta izin untuk mendirikan suatu tempat untuk sarana umum. Biaya pemungutan biaya tersebut dapat sepenuhnya dimanfaatkan oleh pemilik usaha.
Menurut Peraturan Daerah kota Yogyakarta No. 16 Tahun 2001 Objek pajak parkir adalah “Setiap pelayanan parkir yang disediakan dengan memungut bayaran sacara langsung atau tidak langsung”.

Ketentuan tarif parkir menurut Undang-undang

Berdasarkan Undang-undang No. 34 tahun 2000 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Daerah No. 16 tahun 2001 tantang pajak parkir menyatakan bahwa tarif untuk pajak parkir ditetapkan sebesar 15% dari dari jumlah pembayaran . tarif parkir dikenakan atas banyaknya kendaraan yang dititipkan oleh pemiliknya di suatu objek parkir. Mengenai besarnya pajak yang terutang dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak parkir yaitu 15% dengan satu kendaraan perjam. Tarif ini diberlakukan sama untuk setiap objek parkir. [2]
Contoh tarif pajak parkir di suatu pusat perbelanjaan sebesar Rp.2000,-, untuk setiap jam pertama akan ditambah Rp. 1000,- dijam berikutnya. Cara perhitungan pajak yang didapatkan oleh Dinas Pendapatan Daerah untuk satu mobil perjamnya adalah :

Pendapatan = Tarif Pajak x tiap kendaraan perjam
15% x 2000,-
Pendapatan = Rp.300,-

Contoh : dalam sehari kendaraan parkir di suatu pusat perbelanjaan sebanyak 50 mobil, 150 motor dan 10 truk. Cara perhitungannya adalah :

Mobil = (50 x 2000,-) x 15% = Rp. 15.000,-
Motor = ( 150 x 1000,-) x 15% = 22.500,-
Truk = ( 10 x 3000,-) x 15% = Rp. 4.500,-
Total keseluruhan = Rp. 15.000 + Rp. 22.500 + Rp. 4.500 = Rp. 42.000 perhari

Jadi pajak yang dibayarkan ke Dinas Pendapatan Daerah dalam sehari yang hanya
dihitung dalam perjam pada jumlah kendaraannya adalah Rp. 42.000. Pajak parkir akan dihitung, dibayarkan, dan disetorkan langsung oleh wajib pajak kepada Dinas Pendapatan Daerah kota Yogyakarta.

Pajak dan Retribusi parkir berpotensi untuk terjadi pungli

Pajak dan retribusi parkir kenderaan diberbagai Jalan Inti Kota dan Sekitarnya terindikasi berpotensi pungutan liar ( Pungli ). Karena petugas parkir kenderaan roda enam, empat dan dua melakukan kegiatan pengutiban uang parkir kepada pemilik kenderaan bermotor tanpa menggunakan tanda pas/karcis dan petugasnya tanpa menggunakan indentitas yang jelas, sehingga pungutan uang parkir kenderaan dibadan jalan berpotensi pungli.
Sebagai pengendara bermotor akan muncul kekesalan terhadap tindakan pungli yang merugikan serta meresahkan sehinnga membuat para pemilik kendaraan kurang merasa nyaman kerika memarkirkan kendaraannya di bahu jalan atau kantong pakir yang illegal. Warga pengandera sebenarnya berat hati untuk memberikan uang parkir kenderaan itu, tetapi kesannya dipaksakan, nanti kalau tidak dikasi takut terjadi hal lain, mau-tak mau diberikan dengan berat hati, mereka warga pengendera itu merasa dirugikan, karena kalau diberikan uang parkir itu tidak ada tanggungjawabnya, kalau kenderaan mereka hilang, sama siapa dituntut, sedangkan indentitas pungutan uang parkir itu tidak ada dan tanda karcis pungutan tidak ada. Jika hal ini tidak diusut oleh Dinas perhubungan Darat dan Kota Yogyakarta terhadap pengutipan uang parkir tanpa karcis dan tanpa identitas maka pungutan uang parkir dan aksi premanisme akan semakin bertambah banyak secara kuantitasnya.
Warga pengendera mengatakan, pemerintah jangan hanya merima hasil saja, tetapi tidak bertanggungjawab dengan masyarakat pengendera, untuk itu masyarakat meminta Walikota dan Dishub segera melengkapi indentitas petugas dan karcis pungutan uang parkir itu agar masyarakat tidak was-was, ada yang bertangungjawab apabila kenderaan mereka hilang, jangan dipungut uang parkir kalau tidak bertanggungjawab, ini jelas merugikan masyarakat.
Sebagai solusinya karena merasa pendapatan asli daerah (PAD) minim dan marak punggutan liar (pungli) Walikota dan Dishub kota Yogyakarta segera melakukan pembenahan dan pembinaan terhadap petugas pemungut uang parkir kenderaan jalan, karena jangan sampai masyarakat dirugikan, uang parkir diminta, tapi tidak punya pertanggungjawaban, ini jangan sampai meresahkan masyarakat, lagi pula jelek dilihat wisatawan, parkir dipungut tanpa karcis dan petugasnya tanpa indentitas kesannya pungutan liar. Jika ingin pajak tetap menjadi andalan untuk pendapatan Pemerintah Kota Yogyakarta serta sesuai dengan target yang diharapkan, tentunya Walikota harus berani membenahi birokrasi internal pemkot ketaatan melayani masyarakat dalam membayar pajak. Tidak memainkan aturan pajak untuk mencari keuntungan pribadi
.
By : Risanda Alirastra Budiantoro (Agustus 2012)

[1] http://djkd.kemendagri.go.id/download.php?namafile=46_1.pdf&jenis=produkhukum
[2] http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/43/370.bpkp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar