Neraca Pembayaran, Utang, Krisis
Finasial dan Kebijakan Stabilisasi Makroekonomi
(Risanda Alirasta Budiantoro – FEB UGM– Ilmu ekonomi)
Neraca pembayaran
Neraca pembayaran adalah suatu
pembukuan yang menunjukkan aliran pembayaran yang dilakukan dari negara-negara
lain ke dalam negeri, dan dari dalam negeri ke negara negara lain. Pada
dasarnya neraca pembayaran ini dibagai dalam tiga komponen dasar, yaitu:
1. Neraca transaksi berjalan (current account), yaitu sebuah neraca yang berfokus pada transaksi
ekspor dan impor (barang maupun jasa), pendapatan investasi, pembayaran cicilan
dan pokok utang luar negeri, serta saldo kiriman dan transfer uang dari dan ke
luar negeri. Hasil dari perhitungan komponen ini akan menciptakan saldo dari
neraca transaksi berjalan.
2. Neraca modal (capital account), yaitu neraca yang mencatat nilai investasi pihak swasta asing langsung
(foreign direct investment) terutama investasi yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional, investasi portofolio, dan investasi jangka pendek lainnya,
pinjaman luar negeri yang diberikan perbankan swasta nasional, bantuan dan
hibah dari pemerintah negara lain serta dari lembaga-lembaga donor multilateral
seperti IMF, bank dunia. Komponen tersebut di atas merupakan arus modal masuk
(capital inflow) bagi neraca modal yang nilainya kemudian dikurangi nilai modal
keluar (capital outflow) dimana saldo kedua transaksi ini merupakan saldo
neraca modal.
3. Neraca tunai (cash account) atau neraca cadangan internasional
(international reserve account), yaitu transaksi penyeimbang yang menunjukkan nilai cadangan devisa suatu
negara. Angka positif pada naraca ini menunjukkan defisit neraca pembayaran
atau pengurangan volume cadangan dan angka negatif menunjukkan surplus atau
penambahan volume cadangan
Neraca pembayaran memberikan
beberapa informasi penting mengenai hubungan ekonomi di antara satu negara
dengan negara-negara asing. Neraca pembayaran akan memberikan informasi
mengenai nilai dan perkembangan ekspor dan impor. Apabila neraca
keseluruhan adalah positif maka Negara tersebut dikatakan (surplus in the balance of
payments). Sedangkan apabila
nilainya negatif, Negara itu dikatakan menghadapi defisit dalam neraca
pembayaran (deficit in the balance of
payments)
Transaksi – transaksi
positif dan negatif dalam neraca pembayaran
Transaksi positif (kredit)
|
Setiap penjualan barang atau jasa ke luar negeri (ekspor)
|
Setiap pendapatan investasi milik penduduk domestik yang berada di luar
negeri dalam ekonomi domestik
|
Setiap penerimaan uang dari luar negeri
|
Penerimaan hibah atau
hadiah dari pihak-pihak luar negeri
|
Setiap penjualan saham atau obligasi ke luar negeri
|
Transaksi negatif (debet)
|
Setiap pembelian barang atau jasa dari luar negeri (impor)
|
Kembalinya pendapatan investasi milik penduduk negara lain yang berada
dalam ekonomi domestik
|
Setiap pengeluaran uang ke luar neger
|
Pemberian hibah atau
hadiah ke pihak-pihak di luar negeri
|
Setiap pembelian saham atau obligasi dari luar negeri
|
Krisis Utang pada Dekade 1980-an
Akhirnya pada penghujung dekade
1980-an sejumlah kecil ekonom neoklasik dan institusional mulai mengembangkan
apa yang kemudian menjadi pendekatan yang kelima yakni teori baru pertumbuhan
ekonomi. teori ini memodifikasi dan mengembangkan teori pertumbuhan tradisional
sedemikian rupa sehingga dapat mengapa ada negara yang mampu berkembang
sedemikian cepat sedangkan yang lainnya begitu sulit bahkan mengalami
stagnasi(kemacetan). Kekecewaan terhadap keterbatasan model-model pertumbuhan
ekonomi neoklasik tradisional selama penghujung dekade 1980-an dan awal dekade
1990-an memuncak dengan terjadinya krisis utang internasional yang terutama
sekali memikul negara-negara berkembang. Berkaitan dengan krisis utang, Rudiger
Dornbusch (1987) mengidentifikasi empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
krisis utang. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Kenaikan suku bunga riil yang menyebabkan
naiknya permintaan pembiayaan. Ketidakseimbangan kebutuhan uang baru dan kredit
sukarela ini akan menimbulkan krisis utang.
2. Merosotnya non interest current accountkarena
memburuknya ekonomi makro, terms of tradedan penurunan permintaan komoditi
ekspor. Hal ini menyebabkan gap pembiayaan semakin besar.
3. Kenaikan tingkat inflasi dunia yang
mengakibatkan suku bunga nominal naik dan amortisasi riil utang luar negeri yang
dini. Terjadi pemendekan maturitas efektif utang.
4. Tanpa perubahan suku bunga, kreditur akan
meminta pembayaran pokok utang
Kesalahan pada manajemen utang
berimplikasi pada perspektif kreditur terhadap risiko pinjaman negara-negara
debiturnya. Akibat krisis utang 1980-an, banyak bank komerisal swasta menjadi
lebih hati-hati memberikan pinjaman kepada pemerintah negara-negara Amerika
Latin. Mereka menerapkan persyaratan yang lebih rumit. Hal ini mengakibatkan
meminjam pada bank komersial menjadi lebih sulit. Selain itu Sachs (1988) juga
mengidentifikasi adanya kekhawatiran di negara-negara debitur tersebut akan
terjadinya suddenrush, biaya kepanikan dan efek
crowding-out jika mereka meminjam kepada swasta. Untuk mengantisipasi
kesalahan-kesalahan manajemen utang yang berakibat pada terjadinya gagal bayar,
biasanya negara-negara donor akan menerapkan conditionality lending (pinjaman
bersyarat). Tujuannya adalah untuk menyamakan keadaan ex ante dengan ex post di
negara debitur, melindungi kreditur, meningkatkan kehati-hatian dan asumsi
bahwa debitur tidak selalu kredibel.
Program stabilisasi IMF
Salah satu rangkaian kegiatan yang terpaksa
ditempuh oleh suatu negara dalam rangka menaggulangi berbagai macam permaslahan
yan bersumber pada instabilitas makroekonomi yaitu lonjakan inflasi domestik
yang diberengin terhadap anggaran pemerintah yanng memburuk defisit adalah
pelaksanaan renegosiasi dengan bank
swasta, yang diharapkan bisa memperpanjang pembayaran utang, dan tingkat
suku bunga direndahkan, selain itu pemerintah dapat dipermudah dengan adanya kebijakan stabilisasi IMF, ada 4 komponen
dalam stabilasasi IMF :
1. penghapusan atau liberasasi atas kontrol
pemerintah terhadap lalu lintas devisa dan impor
2. devaluasi nilai tukar resmi mata uang
domestik negara berkembang
3. pemberlakuan program antiinflasi domestik
yang serba ketat yang terdiri atas:
(a)
kontrol terhadap arus kredit perbankan dalam meningkatkan suku bunga dan
memperketat cadangan minimum (reserve
requirement)
(b)
kontrol terhadap defisit anggaran pemerintah melalui pembatasan belanja negara,
khusunya dalam bidang pelayanan sosial bagi masyarakat miskin, subsidi bahan
pangan yang disertai dengan peningkatan pajak.
(c)
kontrol terhadap peningkatan upah secara keseluruhan guna memastikan tingkat
upah tidak melebihi tingkat inflasi
(d)
menghilangkan berbagai kontrol harga serta mendorong mekanisme pasar secara
bebas
4. peningkatan upaya untuk menarik dana
investasi asing dan pembukaan perekonomian terhadap hubungan komersial
internasional
Strategi dalam melepaskan diri dari
utang
Masalah utang yang melilit negara-negara
berkembang akhirnya menjadi sebuah masalah dunia yang mengandung implikasi
ekonomi serius bagi negara berkembang itu sendiri, maupun bagi negara maju.
Sehingga diperlukan solusi untuk mengatasi permasalahan utang sehingga
dibentuklah Kartel penghutang (debtor’s
cartel) selain itu secara sepihak satu atau dua negara penghutang
menghapuskan utang mereka karena dikhawatirkan terjadi koleps. Usulan lain
adalah Renegosiasi untuk meringankan
beban utang negara untuk memperpanjang jatuh tempo pembayaran atau dengan
meringanlan beban bunga yang harus dibayarkan. Rencana Brady (Brady Plan) merupakan usulan atas menteri Keuangan
AS, Nicholas Brady, pada tahun 1989 yang merencakan untuk meminimlaisir
kerugian dari bank-bank komersial melalui upaya penghapusan utang tetapi sisa
pinjaman tidak dihapuskan yang akan dijamin dengan IMF dan World Bank asalkan
negara berkembang yang bersangkutan bersedia untuk melaksanakan program penyesuaian yang diusulakn oleh IMF dan
mempromoiskan pasar bebas. Pertukaran
utang untuk modal (debt-for-equity
swap). Kebijakan ini bisa
dilakukan dalam kerangka privatisasi, sehingga diperoleh sinergi yang mampu
mendongkrak harga pasar.