BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak
keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan dan hak
kesejahteraan yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Pada
akhir-akhir ini, perhatian pemerintah atau institusi lainnya terhadap HAM
menunjukkan arah peningkatan yang cukup menggembirakan. HAM telah dinyatakan
sebagai salah satu kebutuhan yang mendasar dalam konsep pembangunan kemanusian
yang memiliki karakter, sifat, dan moralitas sesuai adat istiadat, budaya dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di suatu negara. Bagi bangsa
Indonesia, melaksanakan HAM bukan berarti melaksanakan dengan sebebas –
bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan – ketentuan yang terkandung
dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. HAM bukan lagi
dianggap sebagai masalah domestik atau dalam negeri tetapi HAM sudah menjadi
permasalahan yang bersifat universal dan internasional.
Menyikapi penegakan HAM di Indonesia, ada beberapa institusi baik dalam
negeri maupun dari luar negeri yang mendukung kebijakan pemerintah ini.
Ditengah meningkatnya dukungan dari berbagai kalangan untuk melakukan penegakan
HAM, khususnya pada problematika pelecehan seksual yang mayoritas korbannya
berasal dari wanita dan anak dibawah umur mendapat perhatian khusus dari
pemerintah untuk membuat Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar dapat meminimalisir
kasus pelecehan seksual di Indonesia. Tingkat kekerasan dan pelecehan seksual
terhadap wanita anak jelas sebuah tindakan yang bertentangan dengan konstitusi
dan hukum positif di Indonesia.
Sepatutnya, setiap warga negara wajib menghormati HAM sebagaimana yang
diamanatkan Undang – undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) “Bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Perihal
di atas tentunya sangat memprihatinkan bagi kita, apalagi hal semacam itu
terjadi di negara yang mengakui HAM sebagai hak yang melekat pada diri setiap
manusia yang dilindungi hukum. Ini
merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat yang mestinya disadari untuk
patuhi
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat penulis rumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1.2.1 Apakah pelecehan seksual termasuk
pelanggaran HAM ?
1.2.2 Bagaimana dampak pelecehan seksual terhadap anak dan wanita ?
1.2.3 Apa peran pemerintah dan institusi yang berwenang dalam menyikapi
permasalahan pelecehan seksual yang ada di Indonesia ?
1.2.4 Bagaimana cara meminimalisir
tindakan pelecehan seksual di masyarakat ?
1.2.5 Bagaimana langkah apabila
sudah ada korban pelecehan seksual ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
1.3.1 Mengetahui apakah tindakan pelecehan termasuk pelanggaran HAM
1.3.2 Mengetahui dampak dari pelecehan seksual terhadap anak dan wanita
1.3.3 Mengetahui peranan pemerintah dan institusi berwenang didalam
menyikapi kasus pelecehan seksualyang ada di Indonesia
1.3.4 Mengetahui cara untuk meminimalisir tindakan pelecehan seksual di
masyarakat
1.3.5 Mengetahui langkah apabila sudah ada korban pelecehan seksual
1.4 Metode Penulisan
Adapun metode yang
dipergunakan dalam penulisan makalah ini yaitu metode diskusian metode
kepustakaan, dimana kemudian disimpulkan dalam bentuk makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pelecehan Seksual dan Dampaknya
Menurut KBBI pelecehan seksual ialah setiap tindakan seksual yang
dilakukan secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, dan tindakan itu
menimbulkan perasaan tidak suka, memunculkan rasa tersinggung, terhina, marah
dan sebagainya pada orang yang menjadi sasaran. Pelecehan seksual terhadap anak
dan wanita menjadi suatu yang memprihatinkan dan menjadi ancaman serius buat
kelangsungan hidup bangsa Indonesia
maupun bangsa – bangsa lainnya dimasa depan. Efek kekerasan seksual terhadap
anak dan wanita antara lain depresi gangguan stres pascatrauma, kegelisahan,
kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut, dan dapat menyebabkan cedera
fisik.
Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang
sama di semua bidang, tindak pelecehan seksual terhadap perempuan dapat menjadi
penghambat kemajuannya serta menghalanginya menikmati hak asasi dan kebebasan,
yang juga menghambat tercapainya kesetaraan gender antara perempuan dan laki –laki.
Sedangkan anak-anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan
manfaat dari semua jaminan HAM yang tersedia bagi siapa saja. Anak-anak harus
diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang
memudahkan mereka berinteraksi dalam masyarakat. Anak-anak harus mendapatkan
perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang
memungkinkan mereka berkembang secara normal dan baik. Untuk itu perlu dibuat
aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak dan wanita.
2.2 Upaya Penegakan HAM oleh
Pemerintah dan Institusi yang Berwenang
Banyak kalangan yang berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam
menegakkan HAM, namun perlu diketahui bahwa Pemerintah Indonesia sangat serius dalam
menegakkan HAM. Para pejabat penegak hukum
(Pemerintah dan Institusi HAM) telah memenuhi kewajiban dengan memberikan
pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada
setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan
yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi
pelayan masyarakat dengan cara melakukan reformasi struktural, dan kultural
mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk
mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM. Kemudian, perlu juga
dilakukan penyelesaian terhadap berbagai konflik horizontal dan konflik
vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindak kekerasan yang
melanggar HAM dengan cara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana,
adil, dan menyeluruh.
2.3 Studi Kasus ”Pelecehan
Seksual di Angkot, Siswi SD Diturunkan Tanpa Celana “
JAKARTA - M (13), bocah kelas 5 SD yang menjadi korban tindak kejahatan seksual di
dalam angkot terpaksa mencuri
jemuran orang untuk menutupi bagian kewanitaannya setelah menyadari dirinya
ternyata sudah dalam keadaan setengah bugil. Korban merupakan anak kedua dari
pasangan Junaidi dan Syamsiah. M
diajak berputar-putar oleh sopir angkot bernama Bani dan pria tak dikenal
lainnya
Kejadian berawal saat M dijemput
oleh Bani dan temannya di depan rumahnya dengan angkot 61 untuk menemui
temannya yang bernama Fani di Bintaro. Karena sudah mengenal Bani, maka M percaya saja dan mau ikut angkot
tersebut. Setelah itu, M
pun diajak ke wilayah DDN Pondok
Labu, dan sempat ke warnet. Setelah itu, M diajak berputar-putar ke Pasar Minggu. "Saya duduk di depan, lalu ke Pasar Minggu,
setelah itu ke Taman Barito, Blok M,"
ungkapnya.
Namun di perjalanan, M mengaku tak
sadarkan diri, karena dibuat tertidur. Hingga akhirnya ia diturunkan di Vila Andara, Gandul, Depok, dalam
keadaan setengah bugil. Saat
tersadar dari pengaruh obat, M
menyadari ia hanya mengenakan kaos saja, sedangkan celana dan celana dalamnya
sudah raib entah kemana. Saya diturunkan pukul 03.00 WIB, dan saya minta mau pulang, saya ambil kain jemuran tetangga, karena celana legging saya sudah
enggak ada, saya setengah telanjang, saya lalu menangis minta diantar
pulang," tandasnya
Pelaku kemudian mengantarkan korban ke rumah tantenya yang terletak tak jauh dari rumah korban, dan
langsung meninggalkan korban.
Saat ini, Bani dan pelaku lainnya
telah mendekam di tahanan Polres Depok.
2.4 Analisis Studi Kasus
Dari studi kasus terhadap pelecehan seksual yang dikutip dari berita on-line Tribunnews.com menjelaskan
tentang bahwa tindakan pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, kepada
siapa saja dan kapan saja. Namun, pada umunya yang menjadi korban atas tindakan
yang melanggar hukum tersebut ialah anak-anak dan wanita. Pelecehan seksual
merupakan masalah moralitas dan etika. Sehingga perlu adanya peningkatan
pendidikan moral, budi pekerti bagi warga negara dan perlindungan bagi wanita
dan anak terhadap kekerasan seksual melalui pembelajaran secara formal dan non
formal, pengawasan dan pengaduan secara transparan.
Pemerintah mendukung langkah kepolisian dan pengadilan untuk mengungkap
kasus pelecehan seksual terhadap anak dan wanita untuk dapat menjerat pelaku
seberat-beratnya sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku jika terbukti.
Pelaku pelecehan seksual dapat dikenai berbagai sangsi, karena aturan
perundang-undangan banyak yang membahas tentang pelcehan seksual, seperti :
·
Didalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) tidak dikenal istilah
pelecehan
seksual. KUHP, menurutnya, hanya mengenal istilah
perbuatan cabul, yakni diatur dalam
Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Segala
perbuatan apabila itu telah dianggap
melanggar
kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul.
·
Pasal 28
A “HAM berkaitan dengan hidup dan kehidupan”
“ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”
·
Pasal 28
B “HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan”
“ Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
·
Pasal 28I
“HAM berkaitan dengan persamaan dan keadilan”
“(2). Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas dasar apaun
dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu”.
·
Pasal 28
G “HAM berkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang merendahkan derajat dan mertabat manusia”
“(1) Setiap orang berhak atas perlindung diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.”
“(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan
atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh
suaka politik dari negara lain.”
·
Undang-Undang
No. 39 tahun 1999 tentang HAM
·
Pembuktian dalam hukum pidana adalah berdasarkan
Pasal 184 UU No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), menggunakan lima macam alat bukti, yaitu:
1) keterangan saksi
2) keterangan ahli
3) surat
4) petunjuk
5) keterangan
terdakwa.
Melihat dari isi pasal di atas, maka kesulitan yang terutama dalam kasus
pelecehan seksual adalah
menghadirkan
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam proses perkara tersebut,
sehingga masalah pelecehan seksual seringkali mengakibatkan kerugian bagi
korban dari pada si pelaku karena sulit untuk diungkapkan ke meja hijau
Prihatin atas
tingginya angka kekerasan seksual pada anak di Indonesia dari tahun ke tahun, KPAI
dan Komnas Perempuan gencar menyosialisasikan keberadaannya. Terutama di
daerah-daerah yang berpotensi tinggi terjadi kekerasan seksual terhadap anak
dan wanita. Institusi tersebut menyediakan sejumlah layanan perlindungan berupa
perlindungan fisik (pengamanan, pengawalan dan penempatan di rumah aman),
pemulihan medis psikologis, dan pendampingan terhadap korban dalam proses
hukum. Pelayanan diberikan secara cuma-cuma, karena semua ditanggung oleh APBN.
Sehingga diharapkan korban dan aparat penegak hukum di daerah dapat
memanfaatkannya semaksimal mungkin.
2.5 Cara Meminalisir Tingkat Pelecehan Seksual
Tidak ada yang berharap pelecehan seksual menimpa keluarga, sanak famili,
atau orang-orang terdekat kita. Untuk itu perlu ada benteng pertahanan yang
harus dibangun dengan kuat. Pelecehan biasanya berawal dari sikap toleran terhadap
hal-hal kecil yang biasa dianggap remeh. Adapun faktor-faktor penyebab
pelecehan antara lain, Pertama, Faktor moralitas dan rendahnya penguasaan
ajaran agama serta longgarnya pengawasan dilevel keluarga dan masyarakat yang
menyebabkan terjadinya pelecehan seksual. Kedua, mengabaikannya faktor yang
dapat menjadi potensi pelecehan seksual.
Faktor kegagapan budaya melalui tayangan dan perkembangan informasi yang
terlalu mudah diakses sehingga memungkinkan berbagai tayangan sadisme,
kekerasan, pornografi. Ketiga, faktor perhatian orang tua dan keluarga yang
relatif longgar terhadap anaknya dalam memberikan nilai-nilai hidup yang
bersifat mencegah kejahatan pelecehan seksual. Terutama pada remaja terkait
etika pergaulan, etika berbusana, etika sosial lainnya yang bersifat preventif.
Pelecehan
seksual berdampak besar terhadap psikologis korban, karena mengakibatkan emosi
yang tidak stabil. Korban pelecehan seksual harus dilindungi dan tidak
dikembalikan pada situasi dimana tempat terjadinya pelecehan seksual tersebut
dan pelaku pelecehan dijauhkan dari korban pelecehan. Hal ini untuk memberi
perlindungan pada korban pelecehan seksual. Tingkat pelecehan seksual harus
dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Berikut ini adalah cara-cara
untuk
mencegah terjadinya pelecehan
seksual pada anak :
- Sedini mungkin anak harus dikenalkan pada tubuhnya
sendiri;
- Anak harus dibiasakan untuk menolak perlakuan orang
lain yang menyebabkan dia merasa tidak nyaman/ terganggu/ sakit;
- Kalau ada perlakuan yang tak wajar terhadap
dirinya, anak dibiasakan untuk segera bercerita kepada orang tua, saudara
atau guru;
- Anak juga harus dilatih agar tidak mudah percaya
pada orang lain atau diajak main di tempat yang sepi;
- Adanya keterlibatan aparat penegak hukum yakni
penyidik, jaksa dan hakim dalam menangani kasus pelecehan seksual pada
anak sehingga berperspektif terhadap anak diharapkan dapat menimbulkan
efek jera pada pelaku tindak pidana pelecehan sehingga tidak ada lagi
anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual.
2.6 Langkah
apabila anak dan wanita menjadi korban pelecehan seksual
Jika ada keluarga, sanak famili atau orang terdekat dengan kita menjadi
korban atas tindakan pelecehan seksual langkah pertama yang harus dilakukan kepada
korban adalah menghiburnya, jangan sekali-sekali menyalahkannya karna tindakan
tersebut bisa saja merupakan kesalahan pelaku bukan kesalahan si korban, dengan
menghiburnya psikologi korban tidak terlalu tertekan. Setelah itu laporkan
kejadian tersebut kepada polisi agar dapat diproses dengan hukum, dengan syarat
orang tua anak tersebut telah mengetahui permasalahannya secara detail, peran
orang tua untuk aktif mencari tahu akar permasalahan sangat dibutuhkan. Sifat
kepekaan orang tua didalam memahami kondisi korban dapat dilihat dari sikap, perilaku,
dan perkembangan psikologis dari korban.
Permasalahan yang tidak diketahui penyebabnya dan tidak memiliki saksi
mata yang cukup, maka permasalahan tersebut tidak akan diusut lebih lanjut oleh
pihak yang bertanggung jawab. Selanjutnya dari pihak korban dapat melaporkan
kepada institusi seperti KPAI atau Komnas Perempuan bila kasus yang anda sudah
laporkan, belum di tindak lanjuti atau berhenti dan tidak bisa menghukum si
pelaku. Institusi tersebut akan mengakomodir kebutuhan si korban dalam penegakan
HAM terhadap pelecehan seksual.
Selain itu organisasi seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
bergerak untuk korban kekerasan terhadap anak dan wanita juga dapat membantu
didalam penegakan HAM. Biasanya kalau hanya mengandalkan suara sendiri untuk menuntut
si pelaku, sepertinya belum begitu kuat. Makanya kita harus meminta dukungan
dari LSM atau NGO yang bergerak di isu perlindungan korban kekerasan seksual
pada anak dan wanita.
BAB III
PENUTUP
Dalam akhir-akhir ini pemerintah memberikan apresiasi tinggi terhadap
penegakan HAM khususnya pada kasus pelecehan seksual di Indonesia. Pemerintah membuat
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar dapat meminimalisir kasus pelecehan
seksual di Indonesia.
Pemerintah juga mendukung langkah kepolisian dan pengadilan untuk mengungkap
kasus pelecehan seksual terhadap anak dan wanita untuk dapat menjerat pelaku
seberat-beratnya sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku jika terbukti.
Pelaku pelecehan seksual dapat dikenai berbagai sangsi, karena aturan
perundang-undangan banyak yang membahas tentang pelcehan seksual
Peran keluarga untuk meminimalisir
tingkat pelecehan seksual juga cukup penting. Korban pelecehan seksual
membutuhkan perlindungan dan perhatian khusus dari orang tua untuk mengembalikan
psikologi korban. Orang tua harus bersifat terbuka didalam memberikan
pengetahuan seputar sex education
kepada anak, agar anak mengerti apa yang harus dia lakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Mengajarkan anak untuk tetap waspada kepada orang lain yang
mencurigakan, karena pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, kapan saja
dan oleh siapa saja.
3.2 Saran
1.
Pelecehan
seksual merupakan bentuk pelanggaran HAM yang harus diminimalisir, karena
banyak menimbulkan dampak negatif bagi korban.
2. Perlu adanya sosialisasi lebih akan
pentingnya bahaya pelecehan seksual agar dapat mencegah terjadinya tindakan
pelanggaran HAM tersebut melalui pemerintahan dan institusi berwenang dan
langkah jika terjadi pelcehan terhadap anak dan wanita.
3. Menumbuhkan
kesadaran untuk menjadi warga negara yang baik baik secara formal, informal dan
nonformal. Sebagai warga negara yang
baik seharusnya taat kepada aturan perundang-undangan, norma sosial di
masyarakat dan mengormati HAM sesama Manusia.
3.3 Daftar Pustaka
- Kurniawan,
Bahri , “Pelecehan Seksual di Angkot, Siswi SD
Diturunkan Tanpa Celana ”Tribun
News”, 8 Maret 2013
- Laluyan, Joe. SE, SH, Pelaku Pelecehan Seksual
dapat dihukum ?, diakses dari http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&id=733:pelaku-pelecehan-seksual-dapat-dihukum&Itemid=94,
pada tanggal 11 April 2013 pukul 20.10
- Moeljatno.
2003. KUHP. Jakarta: Bumi Aksara.
- Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang
Dasar No. 28 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 60.
Sekretariat Negara. Jakarta
.
Moeljatno, KUHP (Jakarta: Bumi Aksara,
2003)