Tidak banyak yang mengetahui perjalanan hidup Chairul Tanjung yang
sesungguhnya. Pada umumnya masyarakat mengenal sosok Chairul Tanjung atau yang
lebih akrab dipanggil CT, pada kondisi saat ini setelah menjadi pengusaha
sukses. Padahal, keberhasilan yang dia raih sekarang merupakan akumulasi dari
proses perjalanan hidup yang ditempuhnya sejak kecil hingga kini yang penuh
dengan tantangan dan dinamika.
Chairul Tanjung ("Si Anak Singkong") |
Dia berasal dari keluarga sederhana dibesarkan di lingkungan yang keras
di kawasan kumuh di Kota Jakarta sehingga sejak kecil diasah oleh kehidupan
yang sulit dan penuh tantangan untuk bisa melanjutkan sekolah.Chairul Tanjung merupakan sulung dari 5 bersaudara. Ayahnya A.G. Tanjung
adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Ketika tiba di
zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan secara
politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya menjual
rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen yang sempit.
Kelas 3 SMP sebagaimana yang dilakukan di banyak sekolah, diselenggarakan
acara study tour yang pengumumannya 2 minggu sebelum keberangkatan. Pak A.G Tanjung
(bapaknya CT) saat itu mengelola perusahaan transpotasi milik kawannya,
sehingga otomatis mengetahui proses kerja penanganan wisata. Maka ia pun
dipercaya sebagai coordinator transpotasi untuk acara study tour sekolahnya ke Yogyakarta. Namun sampai waktunya tiba, ibunya tidak
memiliki cukup uang untuk membayar biaya study tour sebesar Rp. 15.000,-
sehingga dengan alas an kepentingan keluarga CT tidak ikut berangkat dalam
acara yang bahkan ia sendiri yang sibuk mengurus berbagai persiapan. Ia
mengerjakan tugasnya sebagai coordinator dengan seksama dan melepas kepergian
teman-temannya di halaman sekola, dengan perasaan sakit yang disembuniykan
serapat mungkin.
Ketika di bangku kuliah Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,
Chairul Tanjung sudah mulai berbisnis kecil-kecilan, membiayai sendiri
keperluan hidup dan biaya pendidikannya, mulai dari photo copy hingga menjual
peralatan kedokteran gigi. Pada tahun 1983 dengan bendera CV. Abadi Medical
& Dental membuka toko yg menjual alat-alat kedokteran di Senen Raya, Jakarta. Menempati ruangan
7X3 meter persegi, beromzet sekitar Rp. 400 ribu perhari. Tapi toko tersebut
hanya berumur 2 tahun. Terpaksa ditutup.
Meski mengalami pahitnya kala bangkrut, menjadi entrepreneur telah
menjadi jalan hidupnya.Chairul justru langsung mencoba usaha lain, kali ini di
bidang kontraktor. Meski juga kurang berhasil, ia merasa mendapat pelajaran
banyak hal dari bisnis-bisnis yang pernah ditanganinya. Dari bekal pengetahuan
itu, ia memberanikan mendirikan CV pertamanya pada tahun 1984 dan menjadikannya
PT pada tahun 1987. Dari PT bernama Pariarti Shindutama itu, ia berkongsi
dengan dua rekannya mendirikan pabrik sepatu. Kepiawaiannya menjaring hubungan
bisnis langsung membuat sepatu produksinya mendapat pesanan sebanyak 160 ribu
pasang dari pengusaha Italia. Dari kesuksesan ini, bisnisnya merambah ke
industri genting, sandal, dan properti. Namun, di tengah kesuksesan itu,
rupanya ia mengalami perbedaan visi dengan kedua rekannya. Maka, ia pun memilih
menjalankan sendiri usahanya.
Ternyata, ia justru bisa makin berkembang dengan berbagai usahanya. Ia
pun lantas memfokuskan usahanya ke tiga bisnis inti, yakni: keuangan, properti,
dan multimedia. Melalui tangan dinginnya, ia mengakuisisi sebuah bank kecil
yang nyaris bangkrut, Bank Tugu. Keputusan yang dianggap kontoversial saat itu
oleh orang dekatnya. Namun, pengalaman bangkit dari kegagalan rupanya
mengajarkannya banyak hal. Ia justru berhasil mengangkat bank itu, setelah
mengubah namanya menjadi Bank Mega.
Chairul Tanjung mengawali bisnis di bidang broadcast ketika ia memdapat
izin siar di tahun 1998. Namun, baru di bulan Desember 2001 Trans TV siaran
secara resmi. Sama seperti halnya ketika ia membeli Bank Mega, banyak yang
mempertanyakan keberaniannya membuka usaha yang sangat besar di akhir krisis
ekonomi. Maklum untuk membangun Trans TV, Chairul Tanjung mengeluarkan 500
miliyar Rupiah belum lagi kompetitor yang sudah besar dan mempunyai pengalaman
yang panjang seperti RCTI, Indosiar, SCTV dan stasiun Televisi lainnya seperti
TPI, ANTV, dsb. Tapi disinilah kehebatan dari seorang Dokter Gigi yang tak
pernah membuka praktek dari selesai kuliah. Bila stasiun TV yang sudah ada
bergantung pada acara yang dibuat Production House (PH), lain dengan Trans TV
yang 80% acaranya adalah buatan sendiri dengan memanfaatkan kreatifitas anak
muda sehingga dapat menghemat costdan memperbesar laba.
Tak heran, Berkat kegigihan, kerja keras, disiplin, dan ketekunannya,
Chairul Tanjung mampu melakukan transformasi dan lompatan luar biasa dalam
kehidupannya Selain kerja keras, hal lain yang harus diingat adalah kerja
ikhlas. Setelah itu, baru menyerahkan segala hasil kerja keras yang
dilakukannya kepada Tuhan.Tips lainnya untuk menjadi seorang pengusaha sukses
di tanah air yaitu harus mampu menciptakan bisnis yang tidak biasa (unusual).
Modal utama untuk menjadi seorang pengusaha bukanlah modal yang besar.Namun
yang terpenting, seorang calon pengusaha tidak boleh cengeng dan mudah
menyerah."Tanpa kerja keras ini semua omong kosong. Modal utama pengusaha
adalah jangan cengeng, jangan mudah menyerah," kata Chairul.. Tak heran
atas semua prestasinya, ia layak disebut sebagai bintang baru di dunia bisnis Indonesia.
Bahkan, baru-baru ini, Forbes menobatkannya sebagai orang terkaya Indonesia
ke-18, dengan total kekayaan mencapai 450 juta dolar AS. Sebuah prestasi yang
mungkin tak pernah dibayangkannya saat memulai usaha kecil-kecilan, demi
mendapat biaya kuliah, ketika masih kuliah di UI dulu.
Analisis Masalah
Glass
ceiling atau istilah dalam bahasa Indonesia ialah langit-langit kaca merupakan
sebuah hambatan bagi sebagian orang, baik laki-laki ataupun perempuan untuk
terus maju dan berkembang. Walaupun, didalam diri orang tersebut memiliki
sebuah potensi yang besar untuk maju. .Banyak hal yang dapat menjadi penghalang
dalam peristiwa glass ceiling seperti
perbedaan gender, keterbatasan-keterbatasan ekonomi, ras, kemampuan, dll.
Istilah glass ceiling di Indonesia
sudah tidak asing lagi, sudah banyak contoh peristiwa yang menunjukan adanya glass ceiling didalam kegiatan ekonomi,
politik, social, hukum dll. Namun, hal itu bisa diatasi jika setiap individu
dapat mengambil celah dari setiap hambatan yang ada atau mengubah setiap hambatan
menjadi peluang untuk terus bisa maju.
Glass ceiling itu bukan
seseuatu yang harus dihindari, karena
asumsi kita apabila seseorang terkena glass
ceiling maka karirnya akan mati, tidak dapat mencapai puncak, tidak bisa
naik jabatan, dsb. Namun, pandangan tersebut harus kita patahkan. Glass ceiling seharusnya kita lawan, glass ceiling bukanlah akhir dari
segalanya. Jadikanlah glass ceiling
sebagai batu loncatan untuk terus meniti karir hingga mencapai puncak dengan
potensi yang kita miliki.
Hal inilah yang dilakukan seorang
chairul tanjung, merubah hambatan menjadi sebuah peluang untuk sukses. Kesuksesannya
yang ia peroleh sekarang merupakan hasil kerja keras dari masa lalu. Glass ceiling yang dihadapi chairul
tanjung terletak pada kondisi perekonomiannya. Dia berasal dari keluarga
sederhana dibesarkan di lingkungan yang keras di kawasan kumuh di Kota Jakarta
sehingga sejak kecil diasah oleh kehidupan yang sulit dan penuh tantangan untuk
bisa melanjutkan sekolah, saat ia duduk dikelas 3 SMP, ia tidak dapat mengikuti
study tour karena keterbatasan ekonomi, memasuki bangku kuliah faktor ekonomi
keluarganya juga yang menjadi penghalang untuk maju. Namun hambatan tersebut dapat
membentuk kepribadian CT sehingga mandiri, pantang menyerah dan terus bekerja
keras. CT telah mengetahui potensi apa yang ada didalam dirinya untuk
menaklukan glass ceiling, sehingga usaha demi usaha yang dilakukan CT dapat
berhasil menembus batasan-batasan dalam glass
ceiling. Walaupun, tidak ada kesuksesan yang bisa dicapai seperti
membalikkan telapak tangan. Tidak ada keberhasilan tanpa kerja keras, keuletan,
kegigihan, dan ke-disiplinan. Sehingga saat ini CT berada di puncak dari
kariernya dengan perjuangan didalam menaklukan glass ceiling .
Solusi didalam menembus Glass Ceiling
Apa yang didapat chairul tanjung kini adalah refleksi atas mimpinya 23
Tahun yang lalu ketika ia baru membuka bisnisnya selepas kuliah. Kini ia pun
masih bermimpi. Tentunya tidak
berhenti sebatas mimpi. Tapi ia tuangkan dalam sebuah perencanaan yang matang.
Setiap lini bisninya mempunyai action yang jelas. Selain itu, kerja keras menjadi kunci
kesuksesannya, sewaktu masih berusia 20 tahun, ia kerja selama 18 jam sehari. Bayangkan, hanya 6 jam istirahat, termasuk
tidur. Menginjak usia 30-an, seiring dengan semakin terbentuknya jaringan
bisnisnya, ia bekerja selama 16 jam sehari. Dan, kini di usia 40-an ia bekerja
selama 14 jam sehari. Padahal, ia sekarang sudah menjadi CEO sebuah grup usaha
terkemuka
Prinsip hidup dan tidak akan
pernah suka akan dunia perpolitikan akan menambah semangat dan kerja keras
untuk fokus dalam bidang bisnis, serta bantuan doa restu dari orang tua
khususnya ibu sebagai manusia yang bertwakal mendorong kesuksesan CT semakin
cepat. Dalam bidang sosial CT beserta keluarga sudah banyk melakukakan
aktivitas seperti membangun yayasan anak yatim, memberikan beasiswa bagi anak
yang kurang mampu, membantu anak terlantar dll.
Pendidikan juga merupakan
solusi didalam menembus glass ceiling
karena dengan pendidikan pola pikir kita
akan terus semakin berkembang. Bagi CT, apa pun cita-cita seseorang pasti dapat
direngkuh apabila mereka tidak berhenti belajar, di mana pun dan kepada siapa
pun. Selain itu, banyak hal yang
diperoleh jika kita mengenyam pendidikan. Adanya transfer ilmu, memperbanyak
relasi dengan teman, dan dosen, serta mengasah kemampuan didalam berorganisasi
untuk dapat bekerja secara kolektif. Ibu dari CT, mendukung secara maksimal
agar CT dapat mengenyam pendidikan setingi-tingginya, bahkan uang SPP pada
bangku kuliah pertama kali merupakan hasil jualan kain halus milik ibunya
sebesar Rp.15.000,-
CT percaya bangsa ini akan
terus berkembang menjadi bangsa yang maju dan besar. Sehingga ia selalu menginspirasi
dan memotivasi semua orang muda Indonesia agar dapat menembus batasan-batasan
yang ada, karena kejayaan bangsa ditentukan oleh generasi muda penerus bangsa.
(Risanda
Alirastra B / 330600 / Ilmu Ekonomi)